Tradisi Membuat Apem
Menjelang Ramadhan, apem kukus ini merupakan salah satu hidangan khas yang menjadi bagian dari tradisi Megengan. Di beberapa desa di wilayah kota tempat tinggal saya, Wonogiri, tradisi megengan masih dilaksanakan. Saat ini memang tidak semua warga menyelenggarakannya. Keluarga kami termasuk yang tidak mewajibkan mengadakan acara megengan menjelang Ramadhan. Tetapi memasak dan menikmati apem tetap menjadi salah satu hal yang ngangeni, bikin kangen masakan tradisional buatan rumahan biasa.Megengan merupakan salah satu tradisi masyarakat Jawa yang dilaksanakan menjelang puasa Ramadhan. Di Wonogiri, megengan umumnya dilaksanakan sekitar dua pekan sampai sehari menjelang puasa. Di beberapa tempat ada yang megengannya dilakukan secara berkelompok, di kebanyakan desa diselenggarakan per rumah secara bergantian. Rumah yang menyelenggarakan megengan mengundang tetangga-tetangga terdekatnya. Beberapa menu makanan dihidangkan dan apem merupakan salah satu menu yang disajikan. Untuk kisah menarik Ramadhan dari blogger lain silakan baca disini
Gadis kecil saya yang pernah melihat acara ini menjadi penasaran dengan pembuatan apem yang disajikan oleh pemilik rumah. Ada dua macam apem yang disajikan yaitu apem goreng wingko dan apem kukus. Bentuknya yang seperti conthong atau kerucut menjadikannya tampak beda dan menarik.
"Eh . dibungkus dhong nongko , lho buk!" serunya ingin tahu. Hap..hap.. tahu - tahu sudah beberapa bungkus dilahap.
Lha ini rahasianyaaa.. dikukus memakai godhong atau daun nangka. Apalagi jika dikukus menggunakan kukusan bambu di tungku api tradisional. Woow..rasanya yang legit manis dipadu aroma khas akan membuat kita terkangen kangen. Aromanya akan lain jika adonan apem ini dibungkus menggunakan daun lain yang lebih umum dipakai, daun pisang misalnya.
Maka meskipun kami tidak merayakan megengan, kami ingin mengenalkan cara pembuatan kue tradisonal kepada gadis kecil kami itu. Kebetulan ada Budhe Tun, saudara dari ibu saya, yang pandai memasak kue tradisional ini. Prosesnya memang sedikit rumit bagi saya yang tak pandai bikin kue, dikukusnya juga tidak memakai tungku api tradisonal, tapi hasilnya tetep syedaap dan bisa mengobati rasa kangen.
Resep Kue Apem Kukus Bungkus Daun Nangka
Hari itu niat banget bahan-bahannya disediakan sejak awal. Ini karena dalam membuat kue apem ini ada proses membuat ragi sendiri dari tape singkong yang memerlukan waktu tidak sebentar.Ini dia bahan - bahan yang diperlukan untuk membuat apem conthong daun nangka:
500 gram Tepung beras
400 gram gula pasir atau gula jawa
3 bungkus kecil tape singkong (haluskan)
1/2 sdt ragi instan (optional)
1 mangkuk sedang santan kental dari 1 butir kelapa
Garam secukupnya
3 lembar daun pandan
Cara pembuatan yang pertama adalah membuat 'jladren' atau dalam bahasa Indonesia bisa disebut adonan. Berikut cara lengkap membuatnya:
- Tape singkong dibuang seratnya, lalu dilumat-lumat dengan tangan.
- Tambahkan tepung beras dan gula pasir atau gula jawa sedikit demi sedikit berselang - seling sambil terus diuleni
- Tambahkan santan sedikit demi sedikit untuk mengencerkan adonan
- Masukkan ragi instan atau ada yang menyebutnya obat apem sambil diaduk
- Bila semua bahan tercampur, tutup wadah adonan/ jladren dengan kain bersih
- Diamkan jladren sampai mengembang (lamanya terserah, ada yang cukup satu dua jam, ada yang mendiamkannya sampai 5 jam)
- Buat conthongnya dari daun nangka yang disematkan dengan lidi
- Setelah mengembang, adonan dimasukkan ke conthong-conthong tersebut
- Kukus hingga matang sampai sedikit merekah (sekitar 20-30 menit)
Membuat conthong dari daun nangka |
Hati-hati menuang jladren ke tiap conthong |
Gadis kecil kami excited sekali saat menuangkan jladren yang sudah jadi ke conthong daun nangka. Sepulang sekolah dia langsung ikut membantu sampai tidak sempat ganti baju dulu. ehehe.. Semangaatnya! Dia agak kesulitan saat membentuk daun nangkanya menjadi bentuk conthong. Daunnya yang masih segar dan agak keras jadi menyulitkan untuk dibentuk. Si bapak sampai akhirnya turun tangan membantunya. Rasanya makin lezat saat menikmati apem conthong dong nongko panas-panas hasil buatan sendiri.
Sejarah Apeman dari Tanah Jawa
Beberapa ahli bahasa menyatakan bahwa istilah apem itu sebenarnya dari bahasa Arab, yaitu afuan/afuwwun yang berarti ampunan. Dalam filosofi Jawa, kue tradisional ini dianggap sebagai simbol permohonan ampun atas berbagai kesalahan. Lalu lidah orang Jawa kemudian menyederhanakannya menjadi apem.Nah saat tradisi membuat apem dilaksanakan menjelang puasa Ramadhan atau Idul Fitri, itu mereka maksudkan untuk saling meminta maaf menjelang hari suci tersebut. Dimaksudkan untuk menyambut bulan Ramadhan yang istimewa dan Idul Fitri yang suci dengan diri yang bersih dari dosa, meminta ampunan dari Allah SWT. Tradisi yang diadakan menjelang Romadhon disebut megengan. Yang menjadi pro kontra adalah ketika ada unsur memberi sesajen dalam acara tersebut. Ya pendapat orang bisa beda-beda sih. Semua punya dalil masing -masing. Tapi yang jelas si apem itu tidak ada salahnya dinikmati sebagai kudapan tradisional. Apalagi apem conthong daun nangka ini. Lezaaat dan ngangeni.
Kalau ditilik dari sejarahnya. Si apem ini alkisah bermula dari zaman Sunan Kalijaga, salah seorang bagian dari Wali Sanga yang termasyur itu. Menurut cerita, seorang murid Sunan Kalijaga yang disebut Ki Ageng Gribig atau Sunan Geseng, waktu itu pulang dari ibadah haji. Beliau melihat penduduk desa Jatinom, daerah Klaten, banyak yang kelaparan.
Tergerak membantu warga tersebut, Ki Ageng Gribig membuat kue apem lalu dibagikan kepada penduduk yang kelaparan. Untuk mengenalkan mereka pada Islam, beliau mengajak mereka mengucapkan lafal dzikir Qowiyyu ya Qowiyyu (Allah Allah Maha Kuat). Para penduduk itu pun kemudian menjadi kenyang, terbebas dari rasa laparnya. Ini kemudian memotivasi penduduk setempat untuk terus menghidupkan tradisi upacara Ya Qowiyyu setiap bulan Safar. Gunungan apem besar diarak untuk kemudian dibagi pada masyarakat yang berkumpul di acara tersebut. Tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan bersedekah lebih banyak.
Acara Ya Qowiyuu di Klaten (gambar diambil dari antara.com) |
Falsafah Dibalik Kue Apem
Kalau dipelajari lebih mendalam, kita dapat mempelajari falsafah dalam pembuatan kue apem tersebut. Jadi tak hanya enak, kue kukus tradisional ini juga memiliki makna yang mendalam.Begini falsafahnya kalau dikaji dari bahan-bahan pembuatannya.
Apem itu kan bahan utamanya adalah tepung beras, dalam bahasa Jawa disebut 'glepung'. Kalau diamati, bentuk glepung itu kan seperti debu halus. Maka secara falsafahnya, glepung itu debunya jagad, debu semesta. Seperti sebuah gunung api, ketika erupsi akan menutupi bumi dengan debu, bersamaan dengan lelehnya lahar. Laharlah si santen. Santen, air perasan dari daging buah kelapa yang merupakan perlambang dari susu buah kehidupan, akan nguleni glepung. Glepung yang berasal dari padi itu dianggap sebagai buah dari tanah kehidupan. Sebuah kombinasi harmonis dari kehidupan yang ideal. Apalagi jika santen yang digunakan santen kanil berkualitas bagus, santen yang paling kental, apem yang dihasilkan akan luar biasa.
Bahan-bahan tadi kemudian diaduk dalam satu wadah yang disebut 'jladren'. Kata jladren itu sendiri berasal dari kata jaladri yang berarti samudera; simbol air kehidupan yang luas. Maka jladren bermakna adonan yang berbentuk tiruan rupa samudra. Kalau menurut saya, ini dapat juga dijadikan sebuah pemaknaan agar manusia pembuat dan penikmatnya selain hidup harmonis, merasa sekecil debu, juga menjadi mempunyai ilmu dan kesabaran seluas samudra.
Jladren apem itu kemudian perlu dienengke atau didiamkan beberapa waktu. Tujuannya agar meneb dan mengembang jika didang (dikukus). Jadi manusia itu tidak boleh grusa-grusu, tidak mudah pula sombong, tapi harusnya meneb.. berdiam barang sebentar untuk menjaga ketenangan diri. Meneb nya bisa dengan bersimpuh menenagkan diri saat sholat dan berdzikir dengan khusuk.
Jadi secara garis besar falsafah yang terkandung dalam kue apem ini mencerminkan keharmonisan manusia sebagai bagian dari tata kosmos yang seharusnya dijaga tetap harmonis. Baik antar manusia, alam dan dengan Tuhannya. Tentu saja falsafah kue apem seperti ini mungkin akan anda temui beberapa versi lain, temasuk asal-usul sejarahnya. Yang penting maknanya baik.
Ah, gadis kecil saya sih belum begitu paham akan semua falsafah itu. Apem conthong bungkus daun nangka itu tetap terlihat istimewa. Dan rasanya yang lezat, cara membuatnya yang unik membuat kue kukus tradisional ini semakin ngangeni.
Bagaimana dengan kue tradisional di daerah anda? apakah juga mempunyai sejarah dan falsafah semenarik apem? Yuk mari lestarikan kuliner tradisional yang ada disekitar kita.
Untuk menu lainnya, ayo baca juga yang satu ini : Es Bunga Telang Seger dan Gimbab untuk dicoba di rumah.