Perlunya Melatih ‘Critical Thinking’ Pada Anak

07.46


Ayah Bunda, tahu tidak ternyata 'critical thinking' pada anak dapat dilatih lho. Berpikir kreatif akan membuat anak menjadi pribadi yang cerdas dan kritis saat mengahadapi, termasuk menghadapi tes atau ujian.  Jadi tidak perlu lah galau ikutan baper saat anak menghadapi ujian nantinya.
“Soal-soal testing dan ujian anak sekarang susah! Puyeng ngajarinya!” keluh beberapa bunda di arisan RT. “Itu lho apa-apa pakai soal HOTS, mempersulit anak saja.”
Hmm.. begini lho ayah, bunda, saya kan kebetulan guru. Ya memang kami para guru saat ini disuruh mengajar dengan melibatkan kemampuan itu.  Mau tidak saya beritahu kuncinya biar bunda tidak perlu muram durja seperti itu?

Perlu Perubahan Pola Pengajaran

 Oke, kenyataannya, kemampuan anak-anak negara kita itu, jika diukur dengan tes internasional yang bernama PISA, Indonesia masuk the lower ten lho. Sepuluh terbawah! Padahal negara ASIA lainnya sudah mampu berada diatas kita. Dalam pengukuran tes PISA memang soal – soal yang diajukan kebanyakan adalah soal yang menilai apakah si anak ini bisa berfikir secara kritis atau tidak. Lalu apa hubungannya dengan si soal yang bikin puyeng itu?
Ini, berarti kita kan harusnya berubah pola pengajarannya. Selama ini pola pengajaran masih banyak yang berada di ranah LOTS (Lower Order Thinking Skills) – kemampuan berfikir aras rendah. 

Critical Thinking & Kaitannya Dengan HOTS

Kemampuan berfikir ini ada semacam patokannya, Bun. Yang umum dipakai adalah berdasar urutan/taksonomi dari ilmuwan bernam Benjamin S Bloom yang dibuat pada tahun 1956. Maka kemudian disebut Taksonomi Bloom dengan beberapa ilmuwan merevisinya. Berdasar Taksonomi Bloom, Secara umum saat anak kita belajar, proses berfikirnya dikelompokkan sebagai berikut :

C1 (Mengingat);à C2 (Memahami); à C3 (Mengaplikasi); à C4 (Menganalisis); à C5 (Mengevaluasi); à C6 (Mencipta)

Yang Mengingat, Memahami, Mengaplikasikan/Menerapkan,  itu baru pada tahapan LOTS. Masih rendah gitu proses berfikirnya.
Sedangkan Menganalisis,Mengevaluasi dan Mencipta , itu sudah masuk tahapan HOTS (Higher Order Thinking Skills). Itu tahapan ketikan si anak memasuki proses berfikir menggunakan kemampuan beraras tinggi.
Saya ilustrasikan secara mudah begini. Anak – anak kita diajari tahu jawaban 2 x 2 = 4, cenderung dengan cara menghafal saja. Itu berarti baru pada tahapan ‘Mengingat’. Sebuah proses berfikir terendah.
Atau beberapa sudah diajarkan bahwa 2 x 2 = 4 , didapat dari menjumlahkan 2 sebanyak 2 kali. Itu baru pada tahapan Memahami saja.
Maka kemudian, agar anak memasuki proses berfikir aras tinggi, dibuatlah soal yang bersifat problem solving. Latihan-latihan yang melibatkan critical thinking pada anak. Misalnya melalui soal berpola, atau soal cerita yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Gunanya agar anak menggunakan kemampuan menganalisis, mengevaluasi, atau mencipta.

Well, bukannya aras perpikir rendah terus tidak digunakan sama sekali. LOTS tetap dipakai, hanya saja, pendidik dan ayah bunda sebaiknya juga melibatkan kemapuan berpikir aras tinggi atau si HOTS itu. Jangan melulu berkisar pada LOTS saja.

Jadi kalau dibilang bahwa soal HOTS pasti soal yang sulit, itu Mitos!
Dikatakan sulit itu karena belum terbiasa. Memang bisa dibilang, untuk menentukan jawabannya, diperlukan proses berfikir yang agak berliku. Tetapi itulah yang membuat anak-anak kita nantinya makin cerdas dan bisa berfikir kritis.

Critical Thinking Perlu Dilatih

“ Masih anak-anak saja kok diajari berpikir kritis?!”
Bisa saja kita sebagai guru atau orang tua protes seperti itu. Tetapi ingat lho, Ayah Bunda, ada kata SKILLS di dalam istilah HOTS; Higher Order Thinking Skills. Sedangkan critical thinking itu adalah salah satu bagian dari HOTS. Dapat disimpulkan bahwa critical thinking pun adalah sebuah skill. Skills itu adalah ketrampilan dan pasti kita cukup yakin dengan fakta bahwa: Ketrampilan itu didapat dari latihan. Semakin banyak berlatih akan membuat kita menjadi semakin terampil.
Sama seperti kalau kita ingin terampil bersepeda atau menjahit. Apa bisa kita hanya dikasih buku manualnya, disuruh menghafal sambil tiduran bagaimana caranya. Mungkin bisa sih, tapi keciiil sekali kemungkinannya kan. Kita akan terampil bersepeda atau menjahit ya dengan praktek berlatih berulang-ulang.
Demikian juga jika Ayah Bunda ingin putra – putrinya cerdas dan berpikir kritis. Itu perlu dilatih! Maka tidak akan lagi tuh protes-protes yang tidak mendasar. Malah harusnya ayah bunda protes jika guru dikelas kok ngajarnya cuma nyuruh anak menghafal agar pinter menjawab. Masa sih kita ingin anak-anak kita tertinggal dengan kemampuan anak-anak negara lain hanya karena kita tidak melatih kemampuan berfikir kritisnya?

Orang Tua Seharusnya Terlibat

 “Ah, itu kan tugasnya guru-guru di sekolah. Kita sudah bayar. Harusnya tahu beres!”
Aiih..masa sih sekolahan disamakan dengan jasa laundry. Keluar keluar sudah wangi dan rapi. Ini anak-anak mutiara anda lho, mutiara berkemampuan hebat yang otaknya berisi milyaran sel siap diolah jadi genius, lho. Melatih di sekolah saja akan kurang maksimal. Ayah, Bunda harusnya bangga bisa ikut terlibat melatih mutiara itu. Terus caranya bagaimana? Simak artikel berikutnya yang ini ya, Bunda :
Tentu saja bukan berarti anak disuruh belajar seharian tanpa jeda. Kita sebagai orang tua bisa melatihnya dengan cara yang menyenangkan di rumah. Bahkan bisa melalui bercakap cakap biasa, bercerita, atau yang mereka suka; Bermain!
Jadi bagaimana, masih ragu untuk mengenalkan HOTS pada anak? Kalau saya sih tidak. Bagaimanapun juga anak memerlukan ketrampilan berpikir kritis ini untuk dapat bersaing di dunia yang semakin menglobal dan berkembang pesat. Mereka perlu menjadi seseorang yang berpikiran kritis, yang dapat mencerna informasi, menganalisa, membandingkan, memikirkan hal yang mungkin bisa berlawanan, membuat simpulan, dan mengembangkan kemapuan berpikir aras tinggi.


Children need to be critical thinkers who can make sense of information, analyze, compare, contrast, make inferences, and generate higher order thinking skills.


(Ellen Galinski, penulis Mind in the Making)



You Might Also Like

6 comments

  1. wah keren ilmunya nih mba, jadi paham saya nih. nanti kalo udah ada anak jadi paham untuk melatih anak berpikir kritis. makasih mba sharingnya.

    BalasHapus
  2. Baru tahu mbak kalau critical thinking dapat dilatih, terima kasih mbak

    BalasHapus
  3. wah ... perlu diterapkan ini...

    BalasHapus
  4. Noted mba, PR saya sebagai ortu atau ibu beneran banyak banget.
    Menciptakan generasi muda yang lebih baik emang butuh semangat tinggi dan konsistensi orang tua juga :)

    BalasHapus
  5. siap mbak, apakah ini yg kemudian mata pelajaran berubah ke konsep tematik ya mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bisa juga ,mbak.untuk anak sd ya.. saya lihat buku pelajaran anak saya sudah mengarah kesitu.

      Hapus