Memang rasanya perlu keteguhan hati untuk membaca novel terjemahan yang terdiri dari 7 bagian, 24 Bab, dan setebal 546 halaman ini. Ketebalannya yang epic membuat saya beberapa kali menunda untuk menghabiskannya. Sampai akhirnya hari ini datang. I'll eat it up! Habis terbaca dalam sekali suapan.
Sampul depan buku |
Ini adalah saat long weekend datang tanpa saya bisa kemana-mana. Anak anak habis sakit, suami belum sembuh benar operasi kaki kirinya sehabis jatuh dari tangga, ditambah mual dan linu di kaki tangan saya belum hilang sempurna setelah demam seperti cikungunya menyerang saya. Oya masih ditambah laptop saya yang tiba - tiba ikutan sakit. Rusak di bagian baterenya.
Begitulah. Hingga saya kemudian memutuskan untuk membaca sesuatu sebelum saya benar benar mulai gila. Hehe.. Atau jangan jangan sudah?!
Buku bersampul hijau berpernik hitam putih ini tampak melambai. " Ayo sudah, baca aku saja! Super tebal untuk menyerap semua duka lara"
Bulan ini memang bukan bulan keberuntungan saya. Tapi paling tidak cerita di buku ini membuat saya berpikir ulang. Nasip saya toh tidak sedramatis gadis pengangkut tinja di buku ini. Iya ini memang cerita, tapi beberapa fakta adanya ketidakadilan, kemiskinan, permasalahan besar di beberapa belahan bumi yang lain itu nyata adanya.
Judul asli buku ini adalah: Anal Fabeten som kunde rakna. Itu versi bahasa Swedia yang dalam bahasa Inggris : The Girl Who Saved King of Sweden.
Penulis novel ini yang bernama Jonas Jonasson memang seorang pengarang sekaligus jurnalis terkenal di Swedia sana. Dan novel yang saya baca ini adalah novel terjemahan edisi kedua cetakan pertama tahun 2018. Sampul hijau nya sudah begitu menarik perhatian saya sejak awal.
And here we go.. The Story Begins
Buku ini diawali dengan ilustrasi kehidupan para kaum marginal di antara pemukiman kumuh padat penduduk di Soweto, Afrika Selatan.Masyarakat miskin hidup berjubel di antara gubuk-gubuk tak sehat, pendidikan rendah, rentan penyakit, pil - pil obat terlarang, alkohol atau kombinasi antara hal hal tersebut. Dan jangan lupakan ratusan jamban umum di dalamnya. Karena bahkan orang semiskin apapun, tetap butuh buang air besar.
Di antara orang - orang super biasa itu, yang jadi pokok cerita novel ini adalah Nombeko. Seorang gadis berkulit hitam berumur 14 tahun dengan profesi sebagai penguras jamban. Iyaa.. Jamban.WC. Gadis yang sejak umur lima tahunan sudah mulai mengangkuti berember-ember, bertong - tong tinja tanpa masa depan yang jelas.
Ibunya Nombeko ini menyedihkan. Sudah miskin, penyakitan, terjererumus narkoba pula. Ayah Nombeko? Tidak jelas! Orang yang harusnya disebut ayah itu tidak pernah bertemu anaknya sejak duapuluh menit setelah pembuahan terjadi.
Uang yang didapat Nombeko kecil hanya habis untuk berbagai pil, alkohol dan tiner untuk ibunya itu. Sampai kemudian ibu Nombeko mati.
Gadis itu Bernama Nombeko
Yang membedakan Nombeko dengan gadis miskin lainnya adalah dia punya bakat pandai bicara sejak lahir. Dan jenius matematika pula. Otodidak.Hobinya pada hitungan angka itu karena salah satu kebiasaannya untuk mengisi waktu sambil menunggu mengangkut tinja adalah berhitung. Apaa saja yang dia bisa hitung. Awalnya Nombeko menghitungi jumlah tong - tong yang ada 'satu, dua, tiga.. '
Lalu ditingkatkan kesulitannya dengan menghitungi jumlah orang yang memakai jamban di sektor kerjanya. Lama - lama keisengannya berhitung berkembang pesat. Makin rumit. Makin akurat. Lebih cepat dari siapapun di kota kumuh itu.
Bahkan hitungannya bisa lebih akurat dari bosnya. Lebih cepat daripada si pimpinan cabang baru yang sombong itu, Piet Du Toit namanya.
Karena bisa berhitung itulah, Nombeko jadi dekat dengan bosnya. Untuk membantu beberapa hitung hitungan kantor. Nombeko remaja kemudian ditunjuk jadi manajer pertinjaan di sektor itu. Menggantikan bosnya yang mau pensiun. Piet tidak punya kandidat lain untuk posisi yang tidak menjanjikan ini. Lagipula dia tidak mau berlama lama di kantor yang berbau busuk itu. Piet akhirnya terpaksa menyetujui Nombeko jadi manajer baru.
Jangan berpikiran hebat dulu yaa. Manajer pengurasan tinja itu tidak lebih baik dari para pekerja penguras tinja itu sendiri. Hanya setingkat lebih baik, mungkin.
Kehidupan Nombeko berubah sejak dia berkenalan dengan huruf. Huruf melengkapi angka, sebagaimana sastra menyempurnakan matematika.
Huruf-huruf itu ada di buku buku lusuh milik lelaki setengah baya yang bermulut besar dan suka mempermainkan wanita. Ia bernama Thabo. Thabo ini aslinya orang kaya yang menyamarkan diri diantara kekumuhan Soweto untuk menyembunyikan berlian - berlian mentah hasil penipuannya.
Awalnya Thabo mau main main dengan Nombeko remaja. Tapi Nombeko bukan gadis biasa, sebuah gunting mendarat di paha kiri Thabo sebelum tindakannya lebih berlanjut.
"Ajari aku membaca buku-buku itu. Jika ingin paha satumu selamat, " Kata Nombeko kalem keesokan harinya, sambil menunjuk buku di gubuk Thabo. Ya hal baik dari Thabo yang busuk itu adalah : suka membaca.
Nombeko sejak lama memang ingin menaklukkan huruf - huruf itu seperti dia menaklukkan angka - angka. Surat menyurat di kantornya tidak semua berupa angka. Dan itu menyulitkan saat dia buta huruf.
Sampul belakang buku |
Berkat Thabo yang bermulut besar, Nombeko tak hanya kemudian bisa baca, Nombeko juga jadi punya pengetahuan yang luas tentang dunia luar. Termasuk intrik intrik politiknya. Thabo akhirnya dibunuh dua orang wanita kejam. Dan berlian yang dia simpan di bagian gubuknya jadi dimiliki Nombeko.
Itu adalah saat Piet memecat Nombeko karena terlalu terlihat pintar untuk seorang manajer berkulit hitam. Nombeko akhirnya memutuskan pergi dari kota itu berbekal berlian - berlian yang disembunyikan mendiang Thabo.
Dari sebuah sobekan koran lusuh Nombeko jadi tahu dia ingin pergi kemana. Ke Perpustakaan Nasional di Pretoria!
Setahunya disana ada ribuan buku bagus dan bukan area terlarang untuk orang berkulit hitam. Nombeko tidak tahu hidupnya nanti bagaimana tapi baru kali ini dia merasa seperti punya tujuan. Dia merasa bahwa sastra akan menunjukkan jalan (hal.35).
Nombeko dan Bom Atom Ketujuh
Pusat kota Johannesburg, Pretoria, akhirnya dapat dicapai Nombeko setelah enam jam lebih perjalanan. Dengan takjub, Nombeko berjalan - jalan mengamati keadaan di trotoar. Sampai kemudian Nombeko ditabrak oleh seorang insinyur mabuk yang berkendara dengan mobil Opelnya secara serampangan sampai naik ke trotoar.
Apakah semengenaskan itu akhir petualangan gadis penguras jamban itu?
Yang benar saja! Ini baru awalan keseluruhan cerita panjang ini teman. Masih ada 23 bab berikutnya yang penuh cerita jungkir balik di lingkaran kehidupan Nombeko.
Alur cerita kisah Nombeko di novel ini dibuat berselang seling babnya dengan alur kisah seorang laki - laki bernama Ingmar di belahan dunia lain. Di sebuah wilayah di Swedia yang bernama Sodertalje. Hampir sepuluhan ribu kilometer jaraknya dari kota tempat Nombeko tinggal.
Bab kedua buku ini menceritakan bagaimana Ingmar kemudian jadi fanatik golongan Republik dan sangat membenci Raja dengan sistem monarkinya. Ingmar ingin anaknya sefanatik dia sejak dini dan bersekolah umum bisa merusaknya. Anak Ingmar ini kembar laki - laki dan diberi nama yang sama : Holger.
Ya ada dua Holger di keluarga itu dan yang didaftarkan secara resmi hanyalah satu Holger. Tujuannya agar kembar sekolahnya bergantian. Setiap anak, satu hari di sekolah umum satu hari belajar di rumah khusus pendidikan anti raja. Karena kembar identik, tidak ada yang curiga. Untuk mempermudah, si ibu akhirnya memanggil dengan sebutan Satu dan Dua. Holger satu dan Holger dua.
Holger Satu sangat setuju dan sama fanatiknya dengan sang ayah. Tujuan hidupnya untuk melenyapkan Raja. Tapi dia tidak pandai, dan bingungan. Sementara Holger Dua cukup cerdas dan tidak mau sefanatik ayahnya. Holger Dua lah yang kemudian berfikir untuk menghidupi diri setelah ibu dan ayah mereka meninggal saat mereka masih remaja. Holger ini seumuran Nombeko jadinya.
Kisah hidup Holger di Swedia diceritakan berselang seling dengan kehidupan Nombeko di Afrika Selatan. Sampai akhirnya nanti mereka bertemu di Bab 9 , bagian ketiga buku ini.
Panjang memang cerita Nombeko bisa sampai ke Swedia. Awalnya ya itu, berkaitan dengan peristiwa ditabraknya Nombeko oleh insinyur mabuk. Setelah ditabrak itu, Nombeko dibawa ke pengadilan dengan tangan kaki yang digips dan rahang hampir remuk separuh.
Sang insinyur bersikeras bahwa kecelakaan itu terjadi ya karena salahnya Nombeko yang berkulit hitam kok seenaknya berjalan di trotoar yang harusnya hanya layak untuk orang berkulit putih. Karena kebaikan sang Hakim yang masih agak punya perasaan lah Nombeko tidak dipenjara. Cukup dengan bekerja jadi pembantu bersih bersih gratis di rumah insinyur selama tujuh tahun!
Ternyata itu bukan rumah biasa. Itu rumah dengan pengamanan super ketat lengkap dengan pagar beraliran listrik. Di rumah insinyur inilah Nombeko berkenalan dengan makin banyak angka rumit dan politik tingkat tinggi. Karena ini adalah insinyur yang jadi pimpinan pembuatan bom atom senjata nuklir di Afrika Selatan.
Sebuah bagian di buku dengan ilustrasi hitung-hitungan absurd bagi saya :) tapi tidak untuk Nombeko |
Insinyur yang dipanggil Westhuizen itu sebenarnya tidak pandai dan tukang mabuk alkohol. Hanya karena posisi ayahnya lah, dia lulus insinyur dengan ijazah terbaik dan lalu dapat posisi penting di pemerintahan dengan misi utama membuat enam bom atom.
Tapi ya karena aslinya bebal, sampai menghitung bom pun salah. Terlanjur ada pembuatan bom ketujuh yang seharusnya tidak ada. Nombeko lah yang sebenarnya membantu insinyur dan tim rahasianya menyelesaikan hitungan rumit bom bom nuklir itu. Jadi bom ke tujuh itu hanya Nombeko lah yang tahu kuncinya.
Insinyur berniat menjual bom ke tujuh tanpa sepengatuhuan pemerintah. Pertama ditawarkan ke Tiongkok, lalu ke Israel. Yang jadi intrik berikutnya adalah keberadaan Mossad A dan Mossad B, agen espionage Israel yang cerdik sekaligus bengis. Tugas mereka adalah membawa bom ke tujuh ke Israel.
Saat kemudian, sang Insinyur dibunuh. Dilindas mobil di trotoar. Nombeko lah yang berusaha mengalihkan kedua Mossad dari bom itu. Dengan cerdik Nombeko mengelabuhi Mossad A dan B untuk tanpa sadar untuk mengirim dirinya beserta bom ke tujuh itu ke Swedia. Negara tertenang di muka bumi ini, tanpa peperangan, apalagi bom nuklir berdaya ledak super tinggi. Nombeko ingin bom itu berada di tangan yang tepat.
Hanya karena dunia begitu mengacuhkanmu, bukan berarti kamu tidak bisa menyelamatkannya
Umurnya 26 ketika mulai tinggal di Swedia. Di Swedia inilah Nombeko memulai petualangan baru dengan kekasihnya Holger Dua dan bom atom. Diperumit dengan keberadaan Holger satu dan pacarnya yang bernama Celestine yang sama sama bertujuan fanatik melenyapkan Raja Swedia.
Sungguh bukan petualangan biasa untuk gadis yang dulunya adalah penguras tinja. Petualangan Nombeko di Swedia menjaga agar bom itu tidak sampai ke tangan yang salah. Dan tentu saja agar tidak meledak. Ini tentang hidup mati rakyat banyak. Jika sampai bom itu meledak, hampir separuh wilayah Swedia akan luluh lantak dalam sekejab. Inilah yang terus terceritakan dengan alur yang seru di buku ini sampai akhir. Tapi dengan tone penceritaan yang satire, konyol, dibalut intrik politik tingkat tinggi di beberapa negara. Cerdas!
Sampai hal yang tak terduga kemudian terjadi; Yang Mulia Raja Swedia dan Perdana Menterinya tersandera di truk pengangkut kentang yang dikemudikan oleh Holger Satu dan pacarnya. Nombeko dan Holger Dua ikut di dalamnya. Dan buruknya, bersama peti berisi bom atom berkekuatan puluhan ribu petajoule.
Pada akhirnya, gadis yang sangat biasa saja, yang dulunya penguras tinja itulah yang bisa menyelamatkan dunia dan Raja Swedia. Bom atom ke tujuh itu bisa pergi dengan aman setelah dua puluhan tahun Nombeko jaga agar tidak meledak sembarangan. Tidak jatuh ke tangan Mossad. Tidak mencelakai Raja.
Ini memang kisah cerita dengan rentang waktu yang lama. Sejak Nombeko lahir di 1961 an sampai empat puluh delapan tahun kemudian. Dihiasi dengan intrik politik di sekitaran masa itu. Tokoh - tokoh politik yang terlibat di cerita itupun memakai nama - nama asli dengan berbagai setting kejadian asli. Maklum sang penulis awalnya memanglah jurnalis hebat. Jadi detail politik di cerita ini terlihat begitu riil.
Jangan khawatir akan berat. Untuk novel dengan cerita semacam ini, saya tidak merasa harus faham detail kejadian politik yang dibicarakan. Nanti tetap bisa kok dapat suasananya. Satire. Penuh kritik sosial. Tapi disampaikan dengan cerita yang mengalir dan kadang konyol.
Awalnya saya kira Nombeko segera berurusan dengan Raja sejak dari awal cerita. Jangan terlalu terpengaruh dengan judul nya seperti saya yaa .. Hehe..
Kisah keterlibatan Nombeko menyelamatkan Raja secara langsung itu adanya di tiga bab terakhir novel ini. Jadi dua puluhan bab sebelumnya itu berjalinan kisah panjaaaang untuk benar benar bisa bertemu Raja.
Tapi memang begitulah hidup, bukan?! It's a long story to go.
Kisah dalam hidup bisa panjang jalan ceritanya. Serupa jutaan benang berjalinan. Untuk suatu saat beberapa jalinannya bertemu di satu simpul, sesuai perputaran alam semesta.
Ini mengingatkan saya dengan novelnya Andrea Hirata yang berjudul Orang Orang Biasa. Konsepnya hampir sama, pahit penuh kritik sosial tapi disampaikan dengan begitu konyol. Sama- sama juga tokohnya pandai hitung - hitungan. Jenius matematika. Lengkap dengan ilustrasi hitungan yang absurd, menurut saya :)
Saya yakin ini karena baik Jonas maupun Andrea adalah pengarang yang kecerdasannya di atas rata - rata. OOB pernah saya ulas di blog ini sebelumnya:
Jangan remehkan orang sesederhana apapun mereka. Siapa tahu orang yang kita anggap sangat remeh saat ini, berpuluh tahun kemudian bertemu simpulan dengan kehidupan kita, atau kehidupan anak cucu kita. Berkaitan atau membantu dalam bentuk yang mungkin tidak kita paham.
Itulah kesan yang muncul di perasaan saya begitu selesai membaca kisah novel ini. Hidup seseorang bisa penuh lika - liku, tapi seperti kutipan dari Charlie Chaplin yang dipakai di bagian terakhir di buku ini:
"Tak ada yang kekal di dunia yang kejam ini - bahkan tidak kesulitan kita."
Tiap bagian, ada kutipannya seperti ini |
Jadi berakhirlah juga weekend panjang saya. Tak lagi sesuram pikiran saya. Gadis pengangkut tinja itu tak hanya menyelamatkan Raja, dia juga telah begitu meyakinkan untuk menyelamatkan akhir pekan saya agar tak begitu muram. Ya.. Memang begitulah.
'Nothing is permanent in this wicked world, not even our troubles'-Charlie Chaplin