MENGUATKAN KEMBALI PPK DI MASA SEKOLAH DARING
Apa yang menjadikan seorang Sudirman menjadi sosok yang banyak dikagumi banyak orang dari masa ke masa?
Bukan karena jabatannya semata, bukan pula karena kehebatan fisiknya. Beliau adalah seorang jendral sederhana dengan fisik ringkih. Paru-parunya bahkan tak sepenuhnya sempurna. Tetapi kekuatan karakternya mampu menutupi segala kekurangan fisiknya. Jenderal Sudirman tangguh memimpin menggerakkan perjuangan melawan penjajah meski harus ditandu keluar masuk hutan. Sinar matanya selalu menyala tak gentar, memberi tauladan dan menyemangati prajurit pasukan gerilyanya.
Apa yang membuat seorang tokoh enterpreneur dunia bernama Soichiro Honda tidak menyerah ketika berulang dia mengalami kegagalan? Apa yang menjadikan Colonel Sanders sukses dengan bisnis waralabanya meski sebelumnya dia harus terus mencoba menawarkan resepnya setelah ditolak 1009 kali?
Semua dapat melihat bahwa pada diri kedua tokoh sukses tersebut melekat mental yang kuat, pribadi yang tangguh pantang menyerah meski kegagalan mendera berulang. Bukan hanya karena keilmuan atau kekuatan finansial semata. Karakter hebat mereka menghantarkan mereka menjadi pengusaha hebat yang kini mampu membuka berjuta lapangan kerja, memberi manfaat bagi orang lain.
Apalah pula yang menggerakkan seorang petani tua dari desa Ndali, Wonogiri, bernama Mbah Sadiman menanami bukit gersang di wilayah desanya seorang diri? Sejak tahun 1996, Mbah Sadiman berupaya menanami bukit Gendol dengan harapan desanya tidak lagi terkena krisis air seperti musim-musim kemarau sebelumnya. Dengan karakternya yang kuat, penuh keikhlasan secara mandiri beliau menanam satu demi satu pohon di bukit yang sebelumnya rusak karena pembalakan liar dan beberapa kali kebakaran yang terjadi sekitar tahun 1960an sampai 1980an. Dan kini, setelah puluhan tahun menanam, bukit tersebut kembali menghijau dan desanya terhindar dari krisis air.
Ya, nilai seseorang adalah pribadinya. Ilmu pengetahuan, pangkat, atau kekayaan memang berguna tetapi karakter yang kuat pun tak kalah pentingnya. Sudah hampir satu tahun sejak pandemi Covid masuk Indonesia, siswa diharuskan melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Pembentukan karakter siswa yang kuat tidak bisa lagi dilakukan secara langsung oleh guru di kelas – kelas. Lalu bagaimanakah gambaran ketangguhan karakter siswa kita selama PJJ ini?
Pada tahun 2020, berita di media massa diwarnai dengan fakta bahwa banyak siswa mengalami kejenuhan dan kesulitan saat mengikuti PJJ. Beberapa di antaranya malah merespons keadaan itu dengan hal negatif seperti melakukan tawuran, tergoda miras atau bermain gim tanpa kenal waktu. Bahkan yang miris adalah munculnya berita dua kasus bunuh diri di kalangan pelajar pada bulan Oktober tahun 2020 lalu. Diberitakan seorang siswi di Kabupaten Gowa mengakhiri hidupnya dengan minum racun dengan alasan diduga karena merasa tak sanggup mengikuti PJJ. Yang terakhir diberitakan adalah seorang siswa SMP di kota Tarakan yang gantung diri di kamarnya dikarenakan merasa begitu terbebani, tidak kuat lagi menjalani PJJ.
Sebuah survei yang diselenggarakan oleh UNICEF pada bulan Mei dan Juni 2020 lalu menunjukkan bahwa ada sekitar 66 persen siswa di Indonesia menyatakan tidak nyaman saat harus belajar di rumah selama pandemi ini. Sebelumnya pada bulan April 2020, Komisi Pelindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis sebuah survey yang berisi bahwa 73 persen siswa di berbagai propinsi merasa berat mengerjakan tugas PJJ di rumah. Permasalahan – permasalahan yang terungkap oleh beberapa survei tersebut makin menyulitkan siswa dalam PJJ jika karakter mereka tidak kuat.
Dari pengalaman saya sendiri, beberapa keluhan telah saya terima sebagai wali kelas di sebuah SMA negeri. Mayoritas keluhan adalah tentang kurangnya karakter kejujuran saat mengerjakan tugas atau tes. Beberapa menunjukkan karakter kurang mandiri, ditandai dengan minimnya etos kerja siswa untuk membaca materi atau mengerjakan tugas – tugas selama PJJ. Selain itu, karakter disiplin juga terasa menurun. Orang tua mengeluhkan makin sulit mengendalikan anaknya bahkan untuk sekedar membangunkan mereka di pagi hari. Ritme PJJ yang tidak seperti sekolah pada biasanya menimbulkan celah untuk hal tersebut.
Hal inilah yang kemudian menjadi semangat untuk menguatkan kembali pendidikan karakter di negeri kita selama PJJ, bukan sebagai mata pelajaran baru atau kurikulum baru, melainkan terintergrasi dengan seluruh kegiatan belajar mengajar di sekolah; menjadi poros pendidikan. Program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dicanangkan pemerintah melaui Perpres Nomor 87 tahun 2017. Pembelajaran harus didesain tidak hanya untuk ‘transfer of knowledge’ tapi juga ‘transfer of value’, bukan sekedar membuat menyampaikan ilmu pengetahuan tapi juga menyampaikan nilai – nilai karakter baik pada siswa.
Bapak Nadiem Makarim dalam Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 tahun 2020, menyampaikan beberapa kebijakan tentang penyelenggaraan pendidikan di masa darurat penyebaran Covid-2019. Salah satunya adalah tentang penguatan karakter siswa selama PJJ. Guru didorong untuk mendesain pembelajaran untuk memberikan pengalaman belajar dengan konsep kebermaknaan tanpa terbebani capaian kurikulum semata.
Sejak awal pun, bapak pendidikan negara kita, Ki Hajar Dewantara telah meletakkan fondasi yang kuat bahwa pendidikan di Indonesia harus secara selaras mengoptimalkan bertumbuhnya budi pekerti, fikiran dan tubuh anak tanpa terpisah pisahkan. Pendidikan karakter sebagai upaya menumbuhkan budi pekerti anak harus menjadi ruh tak terpisahkan saat sekolah berupaya meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan peserta didiknya. Apalagi saat siswa dihadapkan keadaan yang berat di masa pandemi seperti ini, karakter yang kuat akan membantu mereka melaluinya.
Selama sekolah daring, konsep pendidikan karakter tersebut dapat diimplementasikan di sekolah dalam tiga bentuk sebagai berikut:
1. Pendidikan karakter berbasis kelas
Dalam bentuk ini, pendidikan karakter diterapkan melalui proses PJJ setiap mata pelajaran terintegrasi dalam RPP guru mapel tersebut. Guru memodifikasi penugasan dan materi yang melibatkan penguatan karakter siswa.
2. Pendidikan karakter berbasis budaya sekolah
Dalam bentuk ini, pendidikan karakter dapat berupa pembiasaan nilai-nilai utama dalam kegiatan keseharian sekolah dan pemembentukan ekosistem sekolah yang mendukung pembiasaan tersebut. Selama PJJ sekolah tidak boleh berhenti membuat program – program yang dapat menguatkan karakter siswa.
3. Pendidikan karakter berbasis masyarakat
Dalam PJJ, pendidikan karakter diimplementasikan dengan melibatkan orang tua, komite sekolah, dunia usaha di sekitar sekolahatau pemerintah dan pemda setempat.
Pada akhirnya, melalui penguatan pendidikan karakter diharapkan pendidikan di Indonesia tidak hanya mampu mencetak generasi yang cerdas dan terampil, namun juga membentuk individu yang memiliki karakter hebat. Sehingga kelak muncul Generasi Emas 2045 yang cerdas, terampil dan berkarakter mulia. Mereka adalah generasi yang berkepribadian berani seperti Jenderal Sudirman, bermental kuat – pantang menyerah semacam Soichiro Honda, dan berjiwa ikhlas, mandiri semacam Mbah Sadiman.
Saat semakin banyak pemuda Indonesia memiliki kepribadian kuat, penyakit – penyakit sosial semacam korupsi, tawuran atau penyalahgunaan narkoba akan semakin berkurang. Indonesia akan dikenal sebagai bangsa berkepribadian hebat sebab pada dasarnya kepribadian bangsa tercermin melalui kepribadiaan dan karakter individu – individu warga masyarakatnya.
Salam Belajar,