HIKAYAT PENGEMBARA YANG LAPAR DAN MAJAS - MAJAS DI DALAMNYA
21.42Pada suatu hari, mereka tiba di kawasan hutan tebal. Di kawasan itu mereka tidak bertemu dusun atau kampung. Mereka berhenti dan berehat di bawah sebatang pokok ara yang rendang. Bekalan makanan pula telah habis. Ketiga-tiga sahabat ini berasa sangat lapar, (1)“Hai, kalau ada nasi sekawah, aku akan habiskan seorang,” tiba-tiba Kendi mengeluh. Dia mengurut-ngurut perutnya yang lapar. Badannya disandarkan ke perdu pokok ara.
(2) “Kalau lapar begini, ayam panggang sepuluh ekor pun sanggup aku habiskan,” kata Buyung pula.
“Janganlah kamu berdua tamak sangat dan bercakap besar pula. Aku pun lapar juga. Bagi aku, kalau ada nasi sepinggan sudah cukup,” Awang bersuara.
pngtree |
ayam bakar |
“Dengan nasi sepinggan, mana boleh kenyang? Perut kita tersangatlah lapar!” ejek Kendi. Buyung mengangguk tanda bersetuju dengan pendapat Kendi. Perbualan mereka didengar oleh pokok ara. (4) Pokok itu bersimpati apabila mendengar keluhan ketiga-tiga pengembara tersebut lalu menggugurkan tiga helai daun.
Bubb! Kendi, Buyung dan Awang terdengar bunyi benda terjatuh. Mereka segera mencari benda tersebut dicelah-celah semak. Masing-masing menuju ke arah yang berlainan.
“Eh,ada nasi sekawah!” Kendi menjerit kehairanan. Dia menghadap sekawah nasi yang masih berwap. Tanpa berfikir panjang lalu dia menyuap nasi itu dengan lahapnya. Ayam panggang sepuluh ekor! Wah, sedapnya!” tiba-tiba Buyung pula melaung dari arah timur.(5) Serta-merta meleleh air liurnya. Seleranya terbuka. Dengan pantas (6) dia menjadi gelap mata, mengambil ayam yang paling besar lalu makan dengan gelojoh.
Melihatkan Kendi dan Buyung telah mendapat makanan, Awang semakin pantas meredah semak. Ketika Awang menyelak daun kelembak, dia ternampak sepinggan nasi berlauk yang terhidang. Awang tersenyum dan mengucapkan syukur kerana mendapat rezeki. Dia makan dengan tenang. Selepas makan, Awang rasa segar. Dia berehat semula di bawah pokok ara sambil memerhatikan Kendi dan Buyung yang sedang meratah makanannya.
“Urgh!” Kendi sendawa. Perutnya amat kenyang. Nasi di dalam kawah masih banyak. Dia tidak mampu menghabiskan nasi itu. “Kenapa kamu tidak habiskan kami?”(7) tiba-tiba nasi di dalam kawah itu bertanya kepada Kendi.
“Aku sudah kenyang,”(8) jawab Si Tukang Makan itu.
“Bukankah kamu telah berjanji akan menghabiskan kami sekawah?” Tanya nasi itu lagi.
“Tapi perut aku sudah kenyang,” jawabnya lunglai.
(9) Tiba-tiba nasi itu berkumpul dan mengejar Kendi. Kawah itu menyerkup kepala Kendi dan nasi-nasi itu menggigit tubuh Kendi. Kendi menjerit meminta tolong.
Buyung juga kekenyangan. Dia cuma dapat menghabiskan seekor ayam sahaja. Sembilan ekor ayam lagi terbiar di tempat pemanggang. Oleh kerana terlalu banyak makan, tekaknya berasa loya. Melihat baki ayam-ayam panggang itu, dia berasa muak dan hendak muntah. Buyung segera mencampakkan ayam-ayam itu ke dalam semak. Kenapa kamu tidak habiskan kami?” tiba-tiba tanya ayam-ayam panggang itu.
“Aku sudah kenyang,” kata Buyung. “Makan sekor pun perut aku sudah muak,” katanya lagi.
Tiba-tiba muncul sembilan ekor ayam jantan dari celah-celah semak di kawasan itu. Mereka meluru ke arah Buyung.
Ayam-ayam itu mematuk dan menggeletek tubuh Buyung. Buyung melompat-lompat sambil meminta tolong.
Awang bagaikan bermimpi melihat gelagat rakan-rakannya. Kendi terpekik dan terlolong. Buyung pula melompat-lompat dan berguling-guling di atas tanah. Awang tidak dapat berbuat apa-apa. Dia seperti terpukau melihat kejadian itu.
Akhirnya Kendi dan Buyung mati. Tinggallah Awang seorang diri. (10) Perilaku Awang yang beda dengan keduanya, bagaikan langit dengan bumi, yang menyelamatkan dirinya. Dia meneruskan semula perjalanannya.
Sebelum berangkat, Awang mengambil pinggan nasi yang telah bersih. Sebutir nasi pun tidak berbaki di dalam pinggan itu.
“Pinggan ini akan mengingatkan aku supaya jangan sombong dan tamak. Makan biarlah berpada-pada dan tidak membazir,” kata Awang lalu beredar meninggalkan tempat itu.
MAJAS DALAM HIKAYAT PENGEMBARA YANG LAPAR
Contoh soal:
Bacalah penggalan hikayat “Pengembara yang Lapar” berikut!
(1) “Janganlah kamu berdua tamak sangat dan bercakap besar pula.
(2) Aku pun lapar juga.
(3) Bagi aku, kalau ada nasi sepinggan sudah cukup,” Awang bersuara.
(4) Kendi dan Buyung tertawa mendengar kata-kata Awang.
(5) “Dengan nasi sepinggan, mana boleh kenyang?
Majas metafora pada kalimat di atas ditandai dengan nomor...
A. (1)
B. (2)
C. (3)
D. (4)
E. (5)
Jawaban : Salah satu majas adalah majas metafora. Majas metafora adalah majas yang memakai analogi atau perumpamaan terhadap dua hal yang berbeda. Contoh penggunaan majas metafora adalah:
- Anak itu dikenal sebagai kutu buku di kelasnya.
- Tak jarang ia lepas tangan akan permasalahan yang dibuatnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, majas metafora pada kalimat di atas ditandai dengan nomor (1), yakni "Janganlah kamu berdua tamak sangat dan bercakap besar pula. " Kalimat tersebut mengandung metafora yang ditandai dengan perumpamaan 'bercakap besar' yang memiliki makna 'cerewet'.
Dengan demikian, jawaban yang tepat adalah A.
LATIHAN SOAL:
A. Tulislah kalimat yang bercetak biru di hikayat di atas di buku tulismu, lalu tentukan majas apa di setiap kalimat itu.
B. Siapa saja tokoh di dalam hikayat, tuliskan bagaimana sikap para tokoh tersebut.
C. Tuliskan beberapa kata arkais dari hikayat tersebut, tuliskan juga artinya.
D. Apa pesan moral dari hikayat itu.
Pembahasan :
(1)“Hai, kalau ada nasi sekawah, aku akan habiskan seorang = majas hiperbola.
Di kalimat ini ada unsur melebih-lebihkan. Nasi sekawah itu adalah nasi sebakul besar, berlebihan rasanya kalau bisa dihabiskan oleh satu orang saja.
(2) “Kalau lapar begini, ayam panggang sepuluh ekor pun sanggup aku habiskan = majas hiperbola
Sama seperti di atas, ayam panggang sepuluh ekor itu berlebihan kalau dihabiskan untuk seorang saja.
(3) mereka itu sering bertengkar bak anjing dan kucing = majas simile
membandingkan sikap seseorang yang sering bertengkar setiap kali bertemu dengan sikapnya anjing yang umumnya selalu ribut jika bertemu kucing. Menggunakan kata penghubung : bak
4) Pokok itu bersimpati apabila mendengar keluhan ketiga-tiga pengembara = personifikasi
Pokok itu maksudnya adalah pohon, bukan manusia, dan di kalimat itu pohon dilekati sikap seperti manusia yaitu bersimpati. Kenyataannya, sebuah pohon tidak bisa bersimpati layaknya manusia.
(5) Serta-merta meleleh air liurnya = hiperbola
melebih-lebihkan suasana saat seseorang sangat menginginkan sesuatu.
(6) dia menjadi gelap mata = metafora
gelap mata itu bukan makna sebenarnya, gelap mata maksutnya serakah, berlebihan mengambil.
(7) tiba-tiba nasi di dalam kawah itu bertanya kepada Kendi = personifikasi
Nasi yang bukan manusia, dilekati kata kerja yang dilakukan oleh manusia, yaitu bertanya.
(8) jawab Si Tukang Makan itu = antonomasia
menyebutkan nama lain seseorang dengan ciri khas atau sifat yang dimiliki. Misalnya di kalimat ini, Kendi disebutkan dengan nama lain sesuai ciri khasnya dalam cerita itu : suka makan atau tukang makan.9) Tiba-tiba nasi itu berkumpul dan mengejar Kendi. Kawah itu menyerkup kepala Kendi dan nasi-nasi itu menggigit tubuh Kendi = personifikasi
dalam kalimat tersebut,nasi diberi kemampuan seperti layaknya manusia, bisa berkumpul, mengejar dan menimpa/menduduki, serta menggigiti.
10) Perilaku Awang yang beda dengan keduanya, bagaikan langit dengan bumi, yang menyelamatkan dirinya= simile
Dalam kalimat ini membandingkan suatu hal dengan hal berbeda lainnya namun dianggap sama dengan memakai kata penghubung 'bagaikan'nasi sepinggan (pngwing) |
0 comments