Menulis adalah Sedekah ala Jenius Writing
21.23Meski hanya sekedar lewat tulisan, saya ingin berbagi. Kalau kata coach menulis saya di komunitas Jenius Writing, Luthfi Coachwriterartists, Menulis adalah sedekah. Menulis dari hati, jika diniatkan untuk kebaikan bisa saja menjadi ladang sedekah kita. Begitu.
Saat mengikuti kelas offline JW Batch Wonogiri di Padi Resto |
Tahun 2018 lalu, seorang teman lama saya mengajak ikutan kelas menulis yang bernama Jenius Writing. Waktu itu kebetulan diadakan kelas offline di Wonogiri. Bismillah saya berangkat. Menarik sekali konsep yang diajarkan oleh Coach Lutfi di sepanjang acara hari itu. Itulah kemudian yang mendorong saya untuk ikutan kelas menulis online nya JW di kemudian hari.
Salah satu konsep yang diajarkan di JW adalah bahwa menulis itu bisa jadi sarana sedekah; jika apa yang kita tulis dapat mengajak orang lain untuk belajar kebaikan, jika dengan kalimat yang kita rangkai, orang lain tergerak untuk melakukan hal baik. Pun jika dengan tulisan kita orang lain merasa terhibur, selama kita niatkan ikhlas untuk kebaikan, itu kan bisa juga seperti sedekah. Jadi berpahala juga.
Itu slogan yang selalu ditekankan coach saat sesi latihan, baik offline maupun online. Kenapa? Karena belajar nulis itu ya nulis aja. Jangan terlalu banyak berpikir. Gunakan sisi spontan, jenial dan kreatif ! Dan itu letaknya di kamar otak kanan. Salah kamar akan membuat kita bisa mudah stuck dan tidak kreatif saat belajar menulis. Mati gaya. Lhooh kok gitu?!
Tak apa , awalnya saya juga protes gak jelas gitu. Apalagi saya ini guru bahasa , biasa menulis secara terstruktur. Malah komplit dengan drafting yang rapi. Tapii, setelah saya terlibat langsung sesi demi sesi latihan, saya menyadari bahwa memang konsep nganan itu sangat penting untuk menuju keteraturan menulis lewat otak kiri. Nganan itu ibarat pemantik nyala apinya, ngiri itu menata alunan jilatan apinya.
Jadi gini, kalau kita mau belajar menulis, trus belum-belum kita ingin sibuk menata besar kecilnya api -lha apa ya bisa- kalau apinya saja belum kita pantik dengan benar. Api belum membesar , kita sudah sibuk aja ngipasi dengan bertubi-tubi. Apa yang terjadi? Naah kan.. apinya malah bisa mati begitu saja.
Ajaibnya, ketika saya asyik menggunakan otak kanan untuk belajar menulis bersama JW, saya mendapati kemampuan menulis saya yang bersifat akademis ikut meningkat pesat. Dengan sendirinya saya dapat terbantu untuk menulis laporan kegiatan, artikel ilmiah,maupun penelitian secara teratur.
Buktinya dengan menulis laporan kegiatan Laskar Aksara saya dapat ke Jakarta gratis, dengan menulis penelitian tentang pembelajaran di kelas, saya ditawari jadi pembicara seminar SEAMEO yang akan diselenggarakan di Bogor. Beberapa artikel saya juga bisa masuk koran tanpa editan yang berarti dari editor. Rejekipun bertambah, jatah sedekah ke yang membutuhkanpun bisa ikut bertambah.
Alhamdulillah, tulisan ilmiah saya diapresiasi dengan baik bahkan oleh lembaga-lembaga bergengsi,padahal sebelumnya saya itu hanya guru biasa banget, jarang tampil. Belum pernah ikutan kompetisi-kompetisi semacam itu. Kata orang, tulisan saya terasa lebih runtut dan mudah dipahami. Saya pun kadang sampai terheran-heran sendiri. Practice makes perfect itu memang nyata adanya.
Logo JW |
Ini ya-saya beri contoh kegiatan latihan menulis di JW. Seru dan dilakukan dengan cepat. Balapan dengan peserta lain. Coach akan cerewet dan jutek untuk memastikan kita tidak terlalu banyak mikir. Soal editing, itu bisa nanti-nanti. Kobarkan dulu nyala apinya. Itu yang penting.
Pertama: tulis 16 nama buah. Cepat! Tambahi kata sambung. Lekatkan kata sifat provokatif di belakangnya. GPL; Ga Pkai Lama! . Pilih nomer 4 sebagai judul, jadikan 3 empat paragraf. langsung tulis! Begitu selesai upload di Facebook. S e g e r a!
Begitu salah satu contoh sesi latihan menulis di JW. Adaa aja yang beda di setiap sesi latihan. Membuat kita terpacu menulis, tanpa bosan-bosan. Misalnya ini salah satu contoh hasil menulis saya secara spontan di sesi latihan itu:
DUREN YANG MUDAH JUTEK
Sepet. ‘Mana ada duren sesepet ini?’ protes seorang ibuk-ibuk. Merepet suaranya gemontang di sebuah lapak buah kecil di pinggiran kota. “Duren itu HARUSNYA wangii, manis dan legit!”
Kecut. Si bapak penjual yang rambutnya sudah memutih itu mengkeret tersemprot omelan si ibuk pembeli. “ Gek siapa to buuk yang mengharuskan durian itu Kudu manis-legit – harum pula?” keluhnya lirih. Stengah berharap si ibu tetap membayar duren yang sudah terlanjur dibelah.
Asem. Warna muka si ibuk sudah bagai emotikon senyum kebalik dengan sungu merah diatasnya. Siap ngamuk. Meski mulutnya tak juga berhenti mengunyah. Mengacak acak pongge duren dengan kesal. Diunjuk – unjukkan dengan muka super masam. Tanpa ampun tepat di muka bapak penjual. “Niih liaat dari ponggenya saja jelass dapat diketahui kalo duren ini sepet!” . tetep sambil ngunyah.
Nyengir. Senyum bingung tak habis pikir si bapak penjual. Welah segala pongge jadi ukuran. Bagaimana tahu coba pongge kan letaknya di dalam. Heran. Orang kalau sedang kesal ukurannya bisa berubah ubah. Jangan – jangan sebentar lagi bilang bahwa sepetnya terlihat dari ukuran duri-durinya yang tidak simetri!
Semakin geram si ibuk. “si bapak ini gimana to? Kok malah nyengir nyengir gak jelas.” Si bapak semakin bingung menjawabnya. Lhah si ibuk ngomel tapi duren tetep disikat. “sepet tapi kan enak to buk?” mencoba berkilah demi melihat mulut si ibuk yang belepotan.
Jutek tingkat dewa. Si Ibuk tak terima,”Enak gimana to.. sepet gini!.” Si bapak akan mangap menjawab – “sepet kok hab... “, si ibuk segera memotongnya, “ Kalo jualan yang bener dong!”
Semakin nyengir si bapak penjual. Sudah pikirnya tak mungkin menang melawan yang emosian macam ini. “ini saya jualannya sudah bener lho buk. Wangi wangi kan duren saya. Tapii ya gimana lagi, memange mudah apa menebak isi duren? Saya juga hanya bisa menebak – apa durennya semanis wanginya...apa durennya selegit aromanya. Yang PENTING MILIH RIYIIN buuk... Yang penting milih dulu.”
“Kalo pas dapat yang ternyata tidak sesuai harapan-ternyata yang agak sepet gitu - yaa jangan terlalu jutek laahh. Bikin pendek umur!” lanjut pak penjual. Dalam hati saja.
“Pokoknya saya minta ganti !,” si ibuk bersungut-sungut sambil mengelap tangannya sambil lalu.
"Buat ibu, aapa sih yang tidak," si bapak mencoba mencairkan segala kejutekan di antara buliran durennya. "Ini sila ibu bawa pulang."
Si ibu tersenyum di ujung bibir menerima sebongkah durian besar dari si bapak penjual.
Tanpa disadari, di sisi kanan lapak itu, seorang lelaki muda perlente mengamati alur drama duren jutek sepanjang pagi itu. Kagum dia dengan keramahan dan keiklhasan di bapak penjual. Berdagang bukan hanya diniatkan mendapat laba semata. Didekatinya bapak penjual duren itu.
"Begini, pak...saya mau menawarkan kerjasama agar bapak bisa mensuplai buah durian secara berkala di supermarket-supermarket saya. Nanti kontrak kerjasa.." Dihentikannya bicara demi melihat si bapak penjual terlihat gelisah. "Kaget mungkin , dengan penawaran besarku ini. Ini kan cuma lapak duren biasa saja," pikir lelaki muda kaya itu dalam hati.
Ehmm..anu ..itu adzan.. saya kalau boleh mau ke mushola sebelah sana dulu" tangan si bapak menunjuk sebuah surau kecil di seberang jalan.
Tak terima , seorang ajudan pemuda itu menyerobot, " Bapak, ini gimana to.. ini Tuan saya sedang bicara. Anda itu ditawari transaksi penting kok malah pergi!"
"Aduuh,maaf, maaf... jangan jutek jutek gitu to, masnya. Bisa-bisa duren saya jadi sepet semua kalau setiap pembeli yaa datang ngomel-ngomel jutek." si bapak mencoba meminta pengertian.
Si pemuda bekemeja mewah itu tak ragu kemudian merangkul bahu berkaos dekil si bapak penjual duren. "Ah.. ya.. bapak benar. transaksi ini cuma urusan dunia yang bisa menunggu."
pixabay'spicture |
Ini dia contoh lain tulisan fiksi saya hasil latihan. Silakan baca disini: menulis-cerpen-tema-hijrah-bukan-tamu-biasa
Terima kasih sudah berkunjung di saung sederhana saya ini. Terimakasih sudah menjadi teman saya untuk berbagi. Lewat blog ini saya ingin belajar menulis. Belajar berbagi. Belajar bersedekah lewat untaian kata.
25 comments
Haaa ternyata asyik ya menulis dengan cara seperti itu, sukses ya mbak
BalasHapusYa ampuun mba, itu tulisan latihannya keren banget, udah langsubg cihuy gt ya pas latihan...
BalasHapusMemang ya mbak, kalau dipikirkan, ide menulis jadi stuck, jadi tetaplah menulis
BalasHapusYes bener banget bun, menulis apa saja yg penting nulis. Nulis yg bagus dan enak di baca kudu sering latihan emang. Di blog ajang yg bagus banget untuk itu. Semangat terus menulisnya bun!
BalasHapusCaranya unik, ya. Aku blum pernah ikut pelatihan model kayak gini. Beneran bikin deg-degan ini mah, kudu berpikir cepat dan kreatif. Mbak Dewi mah tulisannya emang bagus. Lha pantes ternyata guru bahasa, hehehe.
BalasHapusMasyaallah itu bisa asyik gitu ceritanya. Bikinnya di bawah tekanan apa enggak mbak? hehe
BalasHapusTulisan ini enak dibaca ..saya sukaaa
BalasHapusSudah keren begini masih ikutan pelatihan semacam JW.
Memang semangatmu warbiyasaah Mbak
Semoga menular ke saya dan teman-teman lainnya
Sukses terus yaaa
Keren banget konsep menulis seperti itu. Bagusnya sih bikin di semua daerah
BalasHapusCara belajarnya unik. Mbak ni tulisan spontannya aja dah keren banget... seru bacanya juga.
BalasHapusCeritanya lepas landas mbak, keren... Melayang deh idenya. Semngat menulis terus mbak��
BalasHapusHahahah kudu guyu aku mbak, baca ceritane. Sepertinya asyik...aku belum pernah nulis cerpen.
BalasHapusWah latihan aja udh lancar apalgi hbs latihan? Semangat ya mba...slmt untuk orestasi yg sdh diraih..slmt mnulis...
BalasHapusSaya baru tau ada teknik penulisan menulis seperti ini. Keren Mba. Tapi memang menulis spontan tanpa banyak mikir benar atau salah malah lebih cepat menghasilkan karya, daripada mikir terus tanpa menulis. Terima kasih sudah menginspirasi ya Mba.
BalasHapusWah seru juga ini. Saya juga menggunakan teknik "tanpa mikir" buat journaling. Dan seringkali saya terapkan di Blog. Kadang 1 artikel itu bisa 1 minggu lebih di draft baru dischedule. Karena waktu menulis dan mengedit berbeda. Nulis sebanyak-banyaknya, ngedit kemudian. Karena ngedit butuh waktu lebih lama kayaknya. Haahaha..
BalasHapusWah ini tips menulisnya oke banget. Nulis, ya nulis aja dulu. Saya juga gitu mba, biarkan mengalir, terus edit dan edit, hasilnya lebih bagus biasanaya
BalasHapusCakep. Ternyata banyak methode menulis yang bisa kita terapkan ya mbak.asal rajin nulis untuk berlatih. Sukses terus ta mbak.
BalasHapussuka sama analoginya yang memantik api. Kadang kita stuck bolak balik ngecek penulisan, paragraf dll. Ternyata itu bisa belakangan yah, yang penting nulis dulu
BalasHapusiya betul, menulis juga bentuk cara untuk beramal yang beri manfaat kepada orang lain
BalasHapussetuju ini.
BalasHapussalah satu tujuan saya menulis blog adalah untuk sedekah. makanya saya usaha banget untuk membuat tulisan yang setidaknya mengandung unsur ilmu yang bermanfaat meskipun sedikit dan belum maksimal.
Saya sendiri untuk membedakan otak kanan dan kiri saja kesulitan. Sehingga wajarlah, artikel blog saya begitu acakadul tidak karuan.
BalasHapusSaya dari awal ngeblog niatnya ingin sedekah, ya sedekah lewat photo yang saya unggah. siapa tahu bermanfaat atau dibutuhkan orang lain.
wah, keren banget ini, mbak.
BalasHapusBisa ditiru dan diterapkan banget.
Thanks sharingnya.
Setuju, semakin banyak berlatih, mau tak mau kita akan menjadi semakin terbiasa. Termasuk urusan menulis. Ngomong², teknik latihan yang tanpa mikir itu menarik juga. Jadi pengin nyoba juga.
BalasHapusWah konsep yang diberikan berbeda-beda di setiap sesi latihannya, sehingga membuat kita jauh lebih kreatif untuk mengeksekusinya.
BalasHapusTernyata rumus menulis itu, ya nulis aja dulu, urusan ngedit belakangan. Mungkin agar ide yang udah numpuk di otak biar cepat tersalurkan, kalo kelamaan ngedit ngedit terus, yang ada gak selesai-selesai nulisnya.
Great job. Sukses terus buat komunitas nya ya Mba dan semakin banyak sedekah lewat menulis. Salam kenal dari blogmashendra
Wow. Keren banget, Bu. Menginspirasi.
BalasHapusWah mbaaak, saya baru tahu ada konsep menulis beginian. Jadi pengen ikutan pelatihannya juga deh. Selama ini saya nulis rasanya terlalu "ngiri", jadi nulis tu harus terstruktur banget, mikirnya lamaaa pula. Alhasil beresin satu postingan blog aja bisa abis waktu 3-4 jam, wew. Padahal kalau ga kebanyakan mikir mestinya bisa lebih cepat.
BalasHapus