Saya Menulis dan Saya Ketiban Rejeki
23.49Saya yakin setiap guru pasti mengusahakan teknik terbaik untuk kelasnya. Setiap anak itu unik maka perlakuan untuk tiap kelas juga unik, disesuaikan dengan karakteristik kelas. Hanya saja saya kemudian mempelajari suatu hal : menuliskannya membuat jadi berbeda.
My Turning Point
Turning point saya adalah ketika saya menemukan buku rahasia si kakak. Isinya adalah puluhan puisi yang tidak bisa dikatakan jelek, bercampur dengan gambar-gambar doodle di lembaran-lembaran bukunya itu. saya juga mendapati beberapa cerita pendek buatannya di antara files di laptop atau buku – buku pelajarannya. Saya kemudian konfirmasi , dia ternyata mengakui suka dan nyaman menuliskan khayalan dan pemikirannya seperti itu. Tapi kakak tetap tidak mau mengekspos tulisannya untuk dibaca orang lain apalagi mencoba kompetisi menulis.‘Perlu cara nih untuk mengembangkan kemampuannya itu. Jangan – jangan itu bakatnya. Jangan – jangan itu passion dia sesungguhnya. Sayang kan kalau menguap begitu saja tanpa di arahkan,’ pikir saya suatu hari.
Satu lagi, si kakak waktu itu selalu menganggap kompetisi itu hanya menyakiti. Dia tidak mau bersaing. Waduh, jangan-jangan saya yang kurang tepat menanamkan konsep kompetisi. Atau jangan-jangan memang saya tidak memberi contoh bahwa persaingan dalam kompetisi itu bisa saja sehat dan menyenangkan. Tanpa menjegal orang lain.
Menulis untuk Lomba Kesharlindung
So, it’s time to change. Saya terus mencoba mendaftar di KESHARLINDUNG DIKMEN. Itu adalah semacam lembaga milik Kementrian Pendidikan dan Budaya di Indonesia di bidang perlindungan dan penghargaan untuk guru , tenaga pendidik jenjang menengah. Itu pun karena di dorong oleh ibu Kepala Sekolah saya, Ibu Endang Sunarsih, M.Pd. Ada beberapa kompetisi di KESHARLINDUNG. Salah satunya yang saya ikuti adalah Lomba Inovasi Penguatan Pendidikan Karakter. Dan syarat pertamanya adalah : menulis!Saya menuliskan gagasan action plan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan di sekolah tempat saya mengajar untuk meningkatkan karakter baik siswa. Bulan Maret tahun 2017 itu, saya menuliskan sebuah program penguatan karakter berjudul ‘Laskar Aksara –Tukarkan Sampahmu Jadi Buku. Cerita lengkapnya disini yaa LASKAR AKSARA
Tak disangka tulisan action plan saya itu bisa tembus seratus besar untuk kemudian di beri bimtek di sektor Jogja. Makin terkejut ketika kemudian masuk finalis nasional, yang berarti harus presentasi di Jakarta pada bulan November 2017. Kuncinya, bagi saya adalah menuliskannya dengan jujur, sesuai juknis dan secara lugas. Walaupun belum juara, saya ketiban rejeki juga.
Setiap finalis yang ke Jakarta mendapat hadiah yang bagi saya cukup besar, cukuplah untuk membeli laptop. Uang transport pesawat dan taxi juga diganti penuh. Daan kejutannya, saya dan finalis tahun itu ketiban rejeki untuk mengikuti upacara puncak hari guru tahun 2017 bareng Pak Menteri Pendidikan. Uwoow, bagi guru byasa seperti saya, itu sesuatu yang sangat spesial.
Sepulangnya, saya ceritakan ke kakak. Semua tentang kegiatan itu, tentang pengalaman tak terbeli selama di Jakarta, bertemu dengan guru-guru finalis lain dari seluruh pelosok Indonesia. Menulis itu ngrejekeni, dan kompetisi itu bukannya saling menyakiti.
Mengikuti Kelas Menulis JW
Semakin tertarik dengan menulis, saya ingin belajar menulis kreatif. Siapa tahu bisa mengarahkan kesukaan kakak pada dunia menulis. Ketika keinginan saya itu, saya share di sebuah media sosial, seorang teman lama saya merespons. Mbak Endah namanya. Dia mengajak saya mengikuti kelas menulis bernama Jenius Writing dengan panduan Coach Lutfi dari Jepara.Setelah kelas offline di Wonogiri, saya kemudian mengikuti kelas JW Online. Teknik menulisnya mendorong saya untuk jadi pede menulis dan membiarkan orang lain membaca tulisan saya. Si kakak rupanya mengapresiasi apa yang saya lakukan. Dia kemudian mau diikutkan semacam kelas menulis anak yang jarang ada di kota kami. Plusnya, kakak tidak malu beberapa tulisannya di baca –baca dan mau diikutkan kompetisi menulis, mau dijadikan perwakilan sekolahnya untuk lomba mapel Bahasa Indonesia. Atas kemauannya sendiri tanpa paksaan. Dia memang tidak menang. Dan memang saya juga tidak menuntutnya menang. Tapi mendengarnya bercerita bahwa dia senang dengan pengalamannya, itu sudah membuat saya bangga pada dirinya.
Rejeki Menulis Soal Puspendik
Pengalaman lain adalah mengikuti seleksi penulisan soal ujian nasional yang diadakan Puspendik. Alhamdulillah bisa katut. Rejeki lain pun kemudian mengalir, setiap soal yang saya tulis dan disetujui, mendapat penghargaan finansial yang cukup lumayan.Saat bimtek pun istimewa. Kami di inapkan di sebuah hotel Bintang Lima. Di Sheraton Jogja. Waah, kapan lagi menikmati hotel semewah itu secara gratis. Di kasih uang saku pula.
Belajar Menulis Blog di JA
Memang benar ada teori semesta mendukung itu. Begitu pula pengalaman saya tentang belajar menulis ini. Dari keinginan awal, kemudian di bukakan banyak jalan untuk mengembangkan hal itu. Teman saya yang di JW , Mbak Ika, mengajak saya mengikuti project-project menulis antologi di Komunitas Dandellion Authors. Impian saya untuk menulis berbagai cerita anak mulai jadi kenyataan, meski baru berupa antologi.Kemudian says dikenalkannya dengan kelas Review Buku dan Blogging Basic di Joeragan Artikel. Pengalaman yang sungguh menarik, apalagi setelahnya kita di ikutkan komunitas WAG, memperkaya pengalaman dan link. Saya masih ingat susahnya belajar koding-kodingan di komputer dengan Uni Blogger Rahayu Asda untuk merombak blog saya yang lama terkapar seolah mati suri. Hasilnya woow.. blog saya berubah drastis dan membuat iri khalayak ramai. Wkwk. Pokoknya sak joss e bagi saya.
Saya jadi rajin mengisi blog saya ini. Mempunyai blog yang cukup oke itu kemudian juga menjadi nilai plus untuk saya sebagai guru. Selain mendapat sedikit recehan dari posting tulisan bermuatan iklan, saya mendapat rejeki lain. Ini terbukti ketiga mengikuti kegiatan PembaTIK untuk guru tingkat Provinsi Jateng, saya yang sebenarnya termasuk gaptek ini bisa dapat rejeki lolos masuk 30 besar diantaran ribuan peserta dari berbagai jenjang.
Penilai melihat nilai lebih saya adalah pada blog. Karena memang pembelajaran ke depan itu akan mengarah ke pembelajaran Blended Learning- bauran antara kegiatan pembelajaran tatap muka dan pembelajaran daring. Blog adalah salah satu sarana pembelajaran daring yang recommended.
Menulis Penelitian untuk Seaqil
Yang terakhir, tahun lalu saya mencoba ikut kegiatan menulis yang serius, bagi saya. Seameo Qitep in Language Regrants. Ini semacam kompetisi menulis best practice atau PTK untuk memenangkan regrants atau dana hibah dari Seaqil, sebuah lembaga kerjasama di bidang bahasa oleh kemntrian negara-negara ASEAN.Saya belum pernah menulis penelitian sebelumnya. Maka dengan tidak terlalu banyak berharap saya memasukkan tulisan untuk kategori Best Practice. Saya menuliskan tentang pengalaman dan alur mengajar beserta teoristisnya tentang mengajar dengan memanfaatkan Photovoice sebagai tekniknya. Tentang Photovoice ini, saya tuliskan di artikel ini Photovoice.
Sederhana sebenarnya teknik mengajar saya itu. Guru lain juga bisa. Malah mungkin tekniknya jauh lebih baik. Tapi bedanya – saya menuliskannya!
Dan itu membuat saya ketiban rejeki lain. Saya memenangkan dana hibah itu diantara 11 pemenang untuk katagori Best Practice. What a surprise! Dana hibahnya lumayan banget, seharga laptop baru! Semakin terkejut, ketika bulan ini saya termasuk diantara 10 penerima dana hibah itu yang diundang untuk menjadi pembicara di AISOFOLL 10- sebuah simposium pengajaran bahasa asing internasional. Tentu ini rejeki lain. Baik dari segi finansial, maupun dari tambahan pengalaman baru yang tak terhingga harganya bagi saya yang guru ndeso ini.
Menulis itu Tidak Ada Ruginya
Yess, menulis membuat saya berubah. Tidak sombong atau puas diri akan apa yang kita bisa. Dari berbagai kegiatan yang saya ceritakan di atas saya malah makin merasa perlu belajar banyak. Dan pada akhirnya tidak hanya saya yang berubah ke arah lebih baik. Murid-murid saya menghargai apa yang saya lakukan dan menganggap hal positif saat guru nya terlihat tidak berhenti belajar. Gadis kecil saya di rumah juga mulai terbuka dengan kompetisi dan sadar potensi dirinya dalam hal menulis.Lagipula jangan takut untuk memulai menulis. Edgar Lawrence Doctoror (1931 – 2015), seorang novelis dan professor dari Amerika mengatakan bahwa menulis itu bukan tentang hasil akhir. Menulis itu sesungguhnya eksplorasi diri. Yaitu ketika memulai dari ‘nothing’ untuk kemudian belajar saat kita dalam proses menulis itu sendiri.
Saya rasa saya berencana untuk tidak berhenti belajar menulis. Karena ketika saya menulis , saya ketiban rejeki yang terasa bertumpuk-tumpuk , tak ada habisnya untuk disyukuri.
Lalu kamu, kapan akan menulis?
Salam belajar,
#blogjadibuku
#bukansekedaroemarbakri
#day7
20 comments
Wahhhh tulisan ibu jadi bikin saya on fire buat serius nulis. Emang nulis itu sebuah kebahagiaan tersendiri. Sharing-sharing ya Bu kalau ada lomba nulis dan sebagainya hihi
BalasHapuswah mantap, terus berkarya selain bisa mendapatkan penghasilan juga memberi manfaat untuk orang lain
BalasHapusMbak Dewi speechless saya. Semangat dan prestasinya luar biasa.
BalasHapusSenada dengan cita-cita untuk terus mengeksplor diri lewat karya tulis saya pun sama.
Saya tetap ingin belajar diantaranya dengan membaca banyak hal sebelum melahirkan tulisan.
Dan saya yakin ini sedikit banyak bisa jadi terapi bagi diri pun teladan bagi anak-anak saya juga.
Semoga sukses dengan kegiatan menulis sekaligus mengajarnya ya Mbak. Semangat terus menginspirasi!
Masya Allah, di tengah kesibukan kantor masih sempat nulis dan menginspirasi begini. Ini sih rejeki berlipat-lipat ya...
BalasHapusmbak Dewi, aku iri padamu. Semoga aku terus bisa produktif seperti mbak. #Salim_sama_senior
BalasHapusSelamat ya mbak, prestasinya luar biasa. benar-benar perjalanan dari nol sampai berhasil. semoga bisa menginspirasi murid-muridnya juga banyak orang, termasuk saya hehehe
BalasHapusMantap mbak, aku baru sebatas menulis dan masih belum bagus, belum berani ikut lomba2. Semoga semangat, kemauan & ikhtiar mbak Dewi bisa nular ke aku
BalasHapusAlhamdulillah Mbak, ikut senang. Berkat menulis selain meningkatkan potensi diri ternyata membawa berkah yang lain. Dapat hibah yg nilainya besar. Semangat yaaa Mbak...
BalasHapusAda kalanya yuni merasa, "Ah yuni kayaknya nggak bisa nulis. Apa yang saya tulis rasanya kok masih hambar. Nggak menarik" Lalu kemudian membaca lagi materi-materi kepenulisan yang saya dapatkan dari training dan sebagainya, yuni jadi berpikir, "Ah yuni cuma perlu berlatih lagi dan lagi."
BalasHapusJadi yuni nggak mau berhenti menulis. Siapa tahu kan bisa ketiban rejeki juga kayak mbak aisyah. Hehehehe
Sangat inspiratif! Aku berdoa semoga pendidik memiliki semangat Mbak Dewi. Duh, Mbak, andaikan setiap pendidik berpikiran sepertimu, Mbak, pasti kualitas pendidikan kita semakin gemilang. Kegiatan menulis yang pastinya sepaket dengan membaca ini bagus sekali untuk menunjang kompetensi pendidik. Biasanya pendidik kayak gini lebih mudah menerima hal baru. Inovatif dan mau belajar. Salut aku padamu.
BalasHapusMasyaallah...selamat ya mbak...ikut senang dan bangga... semoga lebih banyak kesempatan untuk para guru di tempat lain.. misalnya di tempat anak saya sekolah, heheh
BalasHapusMantuuuul mba Dewi! Bagi-bagi sini dana hibahnya hahhaha... keren mba prestasimu! Lanjutkeeeun!! Hokya hokya jossh!
BalasHapusKeren mbak Dewi, sukses selalu, aq baru belajar menulis, semoga bisa mengikuti jejaknya, Aamiin
BalasHapusPerjalanan menulis yang kereen, deh! Alhamdulillah ya, bisa menginspirasi buah hati dan mengajak dia untuk menekuni dunia yang sama dengan kesenangan bundanya.
BalasHapusMbak Dewi, semoga semangatmu nular ke saya, yaaa. Selamat atas semua pencapaiannya. Sungguh hasil tak pernah berkhianat pada usaha yang telah kita buat.
BalasHapusMenginspirasi banget pengalamannya.
Masya Allah, keren! Seandainya semua guru punya semangat belajar terus menerus seperti Mbak Dewi, masa depan pendidikan negeri ini akan bertambah cerah. Iyes, saya setuju. Saat kita menulis, saat itulah kita terdorong untuk banyak belajar dan menginspirasi sekitar :)
BalasHapusMbak ... banyak banget dapetnya, hehe. Mupeng euy ...
BalasHapusBtw ke depan para guru memang dituntut untuk bisa melakukan pembelajaran daring, ya mbak.
Sukses terus, ya mbak.
Luar biasa ketiban rezekinya, cuman finalis aja laptop kebeli. Selamat mba
BalasHapusSalam kenal bu, membaca tulisan ibu tentang peran guru dalam menulis; juga prestasi dan literasi online yang "dihadirkan". Jujur bu saya minder hehehe, tetapi satu yang pasti saya kagum dengan guru yang suka menulis karena bagi saya guru itu punya ilmunya tersendiri. Apa yang diajarkan itulah yang mestinya ditulis, namun tak jarang saat saya mengajak rekan - rekan guru untuk menulis, jawabannya..."adu pak ga ada waktu, bapak si enak ga ngurusin anak, ga ngurusin suami" lantas kepada bapak - bapak "ah pak Martin ini ada - ada saja, uda cape pak, dengan RPP, Silabus, Koreksi dan lain - lain. Botak ntar kepala aku" tetapi saat saya menjumpai seorang guru yang rajin menulis seperti ibu, rasanya saya harus banyak belajar dari ibu. Ibu bisa tuliskan pengalaman ibu bagaimana membagi peran antara, rumah (sebagai istri dan ibu) dengan sekolah sebagai guru. Bagi saya ini sudah menyita waktu (sebagai guru saya tahu tingkat kesibukannya).
BalasHapusPertanyaannya kapan waktu ibu untuk menulis, apakah dibuat jadwal khusus bu?
Maturnuhun, salam kenal.
Terimakasih bu, tulisan ini sangat memotivasi saya untuk giat menulis. Meski baru berjalan tiga tahun menulis di blog, tapi saya pelan-pelan belajar mengolah kata per kata, kalimat per kalimat. Agar nyaman dibaca dan dipahami. Sekali lagi terimakasih
BalasHapus