Cerita Anak : Siapa yang Sedikit Kejujurannya, Sedikit Temannya

00.03

 Assalamu'alaikum Sahabat Belajar

Ada cerita Islami lagi nih. Ceritanya itu terinspirasi dari Mahfudhat yang berbunyi : Man qolla shidquhu, qolla shodiquhu. Apa yaa artinya mahfudhat itu?

Ayo kita cari tahu dalam cerita karya Aisyah berikut ini.


Suatu pagi di depan kelas 4 SD Perwira Bangsa. Sean dan Riki berjalan bersisihan menuju kelas. Sean  adalah anak laki-laki yang berambut ikal, mukanya seperti anak berwajah usil. Sedangan Riki itu anak laki-laki berambut lurus dan berkacamata yang mempunyai kebiasaan suka lupa PR nya. Dia teman sekelas Sean. Pagi itu mereka mengenakan seragam sekolah celana panjang merah dan baju putih berlengan pendek.

“Eh, Sean, kamu sudah mengerjakan PR belum?” Riki bertanya apakah Sean sudah mengerjakan PR. 

“Ehh..anu.. tentu saja sudah. Ini di tasku,” Sean menjawab dengan menepuk nepuk tasnya. 

Eh, Riki malah memasang wajah lesu. Riki belum bersemangat masuk kelas, dia malah duduk bertopang dagu di kursi taman di depan kelas. 

“Mengapa sedih, Riki?” tanya Sean.

“Aku belum mengerjakan PR. Aku lupa mengerjakannya tadi malam,” jawab Riki.

Sean menyodorkan buku tulis berisi PR ke Riki. Untuk memikat hati Riki agar terus menjadi temannya, Sean menawarkan Riki untuk meniru PRnya,  “Ini , kamu tiru saja PR ku.”

Riki ragu-ragu menerimanya, “Hmmm.. sebenarnya sih ini tidak baik tapi...”

Riki duduk di kursi taman sementara Sean berdiri disampingnya. Riki sebenarnya kurang yakin apakah PR Sean benar – benar dikerjakan dengan baik. 

Sean pun mulai berbohong. Dia bilang bahwa pekerjaan rumahnya pasti bagus,” Jelaslah PR ku pasti oke! Aku dibantu oleh kakakku. Dia guru.” 

Sambil menulis di meja taman, Riki mengamati bahwa soal nomor lima itu sulit.  Dia menunjuk ke soal menghitung volume kerucut yang rumit itu. Dia ingin tahu bagaimana Sean mengerjakannya, “Soal nomor lima susah. Bagaimana sih cara mengerjakannya?”

“Ehmm.. anu.. itu ..” Wajah Sean jadi bingung. Itu karena dia hanya berbohong saja bahwa dia bisa mengerjakan dengan dibantu kakaknya yang guru. Kenyataannya Sean asal-asalan saja mengerjakan PR itu.

(Teeet..teeeet..teeeet)

“Sudah bel masuk tuh. Yuk, ke kelas!” ajak Sean.

Sean terlihat lega. Bel masuk sudah berbunyi. Dia tidak perlu lagi menjelaskan PR nya. Riki segera menutup bukunya. Mereka segera masuk ke kelas.

Di dalam kelas, Bu guru menanyakan PR matematika. Murid-murid menjawab, “Sudaaah”. Termasuk Riki dan Sean yang duduk di bangku paling depan.

Diantara tumpukan buku PR diatas meja, bu guru memanggil Sean dan Riki. Bu guru menunjukkan buku PR yang nilainya E. PR mereka salah semua jawabannya. “Riki, Sean, PR kalian kok hampir semua salah jawabannya.” 

Riki sangat terkejut. Dia berbisik ke arah Sean., “Lho kok begini, Sean?  Tadi kamu bilang sudah mengerjakan dengan baik.”

Bu Guru dengan sabar menasehati Riki dan Sean agar lain kali jika ada PR, mereka harus mengerjakan dengan baik. Riki dan Sean menunduk malu dan menjawab, “Baik Bu.”

“Baiklah,anak – anak semua sekarang perhatikan penjelasan Bu Guru. Untuk Riki dan Sean, nanti kalian akan mendapatkan tugas mengerjakan soal tambahan agar lebih faham.”

Bu guru kemudian berdiri di papan tulis. Bu guru akan menjelaskan pembahasan mengenai soal di PR tersebut. Riki berwajah makin masam. Dia merasa dibohongi oleh Sean.

Sesaat menjelang pulang sekolah, Bu guru berdiri di samping meja Sean. Dia minta tolong kepada Sean, “Sean, bolehkah Bu guru minta tolong?”

“Baik, Bu,” jawab Sean.

“Tolong titip uang jahitan ke kakakmu ya. Bu guru suka hasil jahitan kakakmu itu,” kata Bu Guru sambil menyerahkan sejumlah uang. Dan kemudian berjalan menuju kantor guru.

Sean mengangguk lesu. Dia tidak tahu bahwa Riki masih belum pulang dan mendengar percakapannya dengan Bu Guru. Riki makin marah. Merasa kembali dibohongi Sean. Tadi pagi Sean bilang kakaknya adalah guru yang pandai. Sekarang ketahuan, kakaknya ternyata bukan guru. 

Riki berkata kesal, “Huuuh, Sean. Tadi kamu bilang kakakmu itu guru.”

Sean bingung dan malu, ketahuan berbohong, “ Emm .. anu.. kakakku memang sebenarnya adalah penjahit.”

Riki melengos pergi dan berkata dengan ketus, “Huuuh.. aku tidak mau jadi temanmu lagi!”

Sean makin terduduk lesu di kursinya padahal teman sekelasnya sudah keluar ruangan semua. Sean tidak menyadari kedatangan Bu Guru yang kembali masuk ke kelas karena hendak mengambil kacamatanya yang tertinggal.

Bu guru menghampirinya. Sambil memegang lembut bahu Sean, Bu Guru bertanya apa yang terjadi, “Mengapa kamu tampak bersedih, Sean?”

Sean kemudian menjelaskan masalahnya kepada Bu Guru.  Sean merasa menyesal telah membuat Riki tidak mau lagi jadi temannya. 

“Ooo, jadi kamu membohongi Riki, ya?” tanya Bu Guru.

“Yaa, begitulah, Bu. Saya menyesal.” Sean menjawab dengan pelan.

Bu Guru lalu menjelaskan, “Sean, besok lagi tidak boleh ya kamu menyuruh teman untuk mencontek jawabanmu. Memberi contekan jawaban ulangan atau PR ke teman itu sebenarnya tidak membantu. Tapi malah meracuninya.”

Sean terkejut,” haah kok malah dibilang meracuni, Bu.”

“Ya, karena saat kamu memberi contekan, kamu mengajari temanmu untuk tidak mandiri dan tidak percaya dirinya sendiri. Dan ini tidak bagus untuk temanmu itu. Kalau temanmu tidak mandiri dan tidak percaya diri nanti dia tidak bisa jadi orang yang sukses. Kamu mau temanmu jadi orang gagal?”

“Tidak lah, Bu.”

“O ya Bu Guru jadi ingat ada mahfudhat berkata begini : Man qolla shidquhu, qolla shodiquhu.”

“Apa artinya pudot pudot itu, Bu?” Sean bingung apa artinya.

Bu guru tersenyum kecil, “ Bukan pudot, Sean. Mah-fu-dhot. Mahfudhot itu kata – kata mutiara yang biasa dipakai di bangsa Arab sana. Man qolla shidquhu, qolla shodiquhu itu artinya: Barangsiapa yang sedikit kejujurannya, sedikitlah temannya.”

Bu guru dengan lembut dan sabar menjelaskan artinya. Sean mengangguk-angguk mengerti. “Ini nanti saya akan mampir ke rumah Riki untuk meminta maaf, Bu.”

Sean faham bahwa ketidakjujurannya membuat temannya jadi sedikit. Sean akan mampir kerumah Riki untuk minta maaf. Bu guru mengacungkan jempol sambil berseru gembira memuji Sean,” Itu baru anak sholeh!”

***

Nah, Sahabat, bagaimana ceritanya?
Semoga dari cerita itu kita dapat memetik pelajaran di dalamnya. Pokoknya yang jujur! Jangan suka mencontek, jangan suka berbohong. Daan nanti temanmu akan jadi banyaak.
Sampai jumpa lagi di cerita berikutnya.

مَنْ قَلَّ صِدْقُهُ قَلَّ صَدِيْقُهُ
“Man Qolla Shidquhu Qolla Shodiquhu”
Barangsiapa yang sedikit kejujurannya, sedikitlah temannya

You Might Also Like

11 comments

  1. Hmmm.. sebenarnya sih ini tidak baik tapi... di kalangan mahasiswa, adalah hal yg wajar. EHEHEHE.. :D

    BalasHapus
  2. Cerita yang bagus sekali pesan moralnya.Nanti biar dibaca juga sama anakku...
    Pengingat diri ini, barangsiapa yang sedikit kejujurannya, sedikitlah temannya...Seringkali kejujuran-meski sepele terabaikan, padahal itu awal dari nilai-nilai kebaikan ke banyak hal.

    BalasHapus
  3. Betul Mba, mencontek itu selain termasuk berbohong, secara nggak langsung mengajarkan untuk tidak mandiri dan tidak percaya diri. Kesannya sepele ya, tapi anak-anak harus diberi pemahaman soal larangan mencontek ini ya, karena bisa berpengaruh juga di masa depannya. Makasih sharingnya :)

    BalasHapus
  4. Sepakat mbak, kejujuran adalah hal yang harus selalu kita tanamkan kepada diri sendiri dan juga anak-anak, karena saya percaya, sepahit apapun kejujuran itu tetap akan membawa dampak yang baik.

    Terhadap anak2 juga saya selalu berusaha untuk menerapkan kejujuran ini, karena dengan kejujuran maka orang lain akan percaya dan memghargai kita. Terima kasih remindernya mbak, bagus sekali ceritanya.

    BalasHapus
  5. Kejujuran dan sikap moral positif lainnya seharusnya jadi mata pelajaran di sekolah-sekolah. Karena dalam kehidupan bukan hanya prestasi akademik saja yang diunggulkan. Setuju sekali dengan pesan moral dari cerita di atas mbak. terimakasih banyak sudah menginspirasi

    BalasHapus
  6. Kerwn ceritanya sg pesan moral yg cukup gampang dimengerti anak2..Kebohongan sebaiknya tidak dilkukan sejak.kecil, tugas orangtualah untuk membwntukanak yg jujur, berahklak mulia.

    BalasHapus
  7. Tulisan yang sarat nilai. Salam kenal Mbak Dewi.

    BalasHapus
  8. ini relate sama kisahku dulu mba, saat masih SD kelas 6 dulu, aku pernah dijauhin sama anak-anak hampir satu kelas, dan cuma beberapa anak yang ga jauhin aku. alasannya karena aku ngasih tau guru perihal beberapa teman yang pake kalkulator saat ulangan padahal hal ini ga diperbolehkan. alhasil nilai mereka selalu bagus sementara kita yang jujur biasanya hanya puas di angka 6 - 7 aja. bahkan hal ini berlanjut sampai SMA kok, di mana jika ada teman ga mau kasih contekan, maka dia dianggap sombong dan dijauhi. inilah yang bikin aku pas SMA pura pura sebagai anak yang kurang pandai. karena dulu aku takut banget dikucilkan seperti masa SD. sedih banget sih... jadi orang jujur malah harus jadi orang paling kesepian juga di sekolah. maaf mba curhat, tapi ceritanya sungguh menginspirasi. terima kasih...

    BalasHapus
  9. artikrlnya keren bgt mampir juga bu di www.uangdunia.com

    BalasHapus
  10. saya ngacung Bu, pernah Nyontek juga. hehe

    BalasHapus