Saung Belajar Aisyah

    • Home
    • ruang keluarga
    • ruang kelas
    • ruang baca
    • ruang menulis
    • ruang impian

    Sejak  SMP dulu, jika ditanya apa cita-citamu, saya mantap menjawab, “ Jadi guru!”. Padahal di tahun 92-93an itu, jadi guru belumlah jadi profesi yang dianggap keren. Saya ingat, waktu itu diantara teman sekelas, saya sendirian yang ‘ngacung’ pertamakali untuk pertanyaan siapa yang ingin jadi guru. Teman-teman sekelas saat SMP cenderung mengingat ini. Maka panggilan saya kadang ‘Propesor’ atau ‘Bu guru’. Saya sebenarnya tahu kalau panggilan seperti itu membuat saya semakin tampak cupu dengan kacamata minus besar bertengger di hidung yang tak mancung. Tapi saya tetap bangga dengan cita-cita itu.

    Saat SMA, guru PPkn saya ingat bahwa dulu beliau sering menyuruh saya menerangkan beberapa bagian dari pembelajaran ke depan kelas. Dan saya melakukannya dengan senang hati. Itu saya dengar saat lima tahun kemudian saya mengajar bersamanya. Saat SMA dulu pun saya sudah aktif membantu bapak saya mengajar Kejar Paket B di sebuah SD diatas gunung dekat Waduk Gajah Mungkur, SD Perampelan 3. Dan saya ingat saya melakukannya dengan suka cita.

    Mengapa ingin jadi guru? Mungkin karena memang keluarga besar saya adalah guru. Embah, dan Bapak Ibu saya adalah guru SD.  Tetapi seiring jalannya waktu saya semakin merasa nyaman berprofesi sebagai guru. Ini alasannya.

    Jadi Guru Itu Bikin Awet Muda

    Haha, No Hoax lho. Ini buktinya. Saat perayaan ulang tahun SMA N 2 Wonogiri yang ke 45, Kamis 24 Januari 2019 kmaren, saya bertemu dengan guru-guru semasa SMA saya yang juga diundang mendatangi acara jalan santai pagi itu. Kebetulan saya kan setelah lulus kuliah mengajar dan diangkat menjadi ASN di SMA saya dulu itu. Wah, bisa dibilang hampir sebagian besar guru saya yang sudah purna tugas itu tampak lebih segar dibanding umur mereka.
    Bersama Pak Joko dan Bu Lilik
    Disamping saya ini adalah Bapak Joko Nurhadi, guru seni rupa saya waktu SMA. Masih kelihatan super duper muda kan untuk usianya yang bercucu empat. Sedangkan disampingnya, yang berkerudung merah adalah Bu Lilik, guru ekonomi saya. Tak kalah segarnya.

    Kemudian yang satu ini, beliau adalah pak Sukirso, guru sosiologi saya.  Sudah lama purna, tapi tetap segar ceria saja. Dulu saat mengajar pun pak Kirso ini kerap menjadi guru idola karena sangat ramah dan sabar meski mulang anak IPS yang terkenal sebagai ikatan pelajar santai.







     Berfoto dengan guru Bahasa Inggris saya, Pak Narso sungguh merupakan kebangaan.Beliau sudah semacam jadi suhu – guru besar-nya kami para pengajar Bahasa Inggris di SMA 2 saat ini  Di ujung kanan yang melambaikan tangan, ada Bu Warti, guru BP yang dulu memantapkan saya memilih jurusan Bahasa Inggris selepas SMA. Jalur undangan yang dia pilihkan. Alhamdulillah saya keterima PMDK UNNES. Saya pun tinggal duduk manis tak perlu repot cari tempat kuliah.

    Bu Nunuk berkerudung abu-abu di tengah

    Ini ada juga guru-guru SMA saya lainnya. Ada Bu Nunuk guru sejarah yang membuat saya jatuh cinta setengah mati pada Majapahit. Saat ulangan, suaranya selalu lantang mengingatkan 'KAKI KURSI LURUS KAKI MEJA!'. Beliau cukup keras untuk menegakkan kedisiplinana dan kejujuran saat test. Selain itu ada Bu Karni, mantan guru akuntansi, yang ingin saya contoh akan lantang gaya mengajarnya, dan Bu Retno Haryuni , guru PPkn yang selalu ramah, dan Bu Endang, guru kimia, yang  humble meskipun dari kalangan yang cukup berada. Doa tulus menyertai mereka.

    Tuh kan terbukti, menjadi guru membuat awet muda. Bahkan saat sekian lama purna tugas.

    Ikut Bahagia Saat Siswa Memperoleh Kesuksesan


    “Bu, ini musim salju di Turki. Ini saya buat orang-orangan salju untuk Bu Dewi.” Sebuah caption dibawah foto dari Sulih, siswa lulusan SMA 2 yang mendapat beasiswa di Turki. Sekarang dia sudah lulus dan sedang merintis karirnya di tanah air. Saya memang tidak pernah ke luar negeri, bepergian jauh saja tak sering, apalagi menyentuh salju. Tapi saat mantan murid menceritakan itu, cesss, seolah-olah itu saya sendiri yang menyentuh saljunya.

    Begitu pula saat murid memperoleh nilai bagus, memenangkan perlombaan atau berhasil di suatu bidang, rasanya guru bisa ikut bangga berlipat-lipat. Bahagia rasanya jika murid berhasil selepas lulus sekolah.  Ada yang pernah bilang bahwa anak saya itu ada dimana saja.Mulai dari pelosok pedesaan di berbagai wilayah di Indonesia sampai luar negeri. Itulah untungnya jadi guru, anaknya buanyaaak. Dan seperti selayaknya ibu lainnya, saya bangga sekali dengan murid-murid saya.

    “Tapi saya hanya jadi ibu rumah tangga biasa, Bu,” Keluh seorang ibu muda yang dulu lulusan sekolah kami. Heii..bukankah dulu di kelas acap kali saya bilang, jadi apapun itu asal halal dan baik, sapalah bu gurumu ini di jalan. Bagi saya jadi ibu rumah tangga tetaplah membanggakan asal dia jadi berusaha jadi ibu yang terhebat untuk anak-anaknya. Jadi penjaga konter HP pun tetap membanggakan selama itu membuatnya jadi karyawan yang jujur dan baik hati.

    Bisa Belajar Dari Muridnya

    Menjadi guru, membuat saya bertemu dengan beragam kehidupan murid. Dan kadang saya lah yang belajar dari mereka.

    Ada yang membuat saya terharu karena ternyata si anak itu memilih hidup dengan ibunya yang stroke. Setia merawat ibunya meski ditawari ikut ayahnya yang bekerja di kota besar. Dan itu anak laki-laki usia tujuhbelasan. Sungguh besar hatimu, nak. Saya belajar untuk lebih menghargai orang tua saya sendiri dari kisahnya.

    Hidupnya harusnya berkeping-keping saat sebuah kecelakaan membuat sebelah kakinya diamputasi selutut. Tapi tidak untuk Ikhsan. Ditengah rasa sakitnya, dia berusaha pulih, dan tetap aktif nyambi nyantri sepulang dari SMA. Cara dia bersalaman dengan guru pun sering membuat mata saya tiba-tiba basah. Dia cium punggung tangan gurunya dengan penuh rasa takzim dan penghargaan yang tulus. Kadang saya malu dengan kegigihannya. Saya pun berjanji akan memperlakukan guru-guru saya setakzim Ikhsan menyalami gurunya.

    Seorang siswi yang sangat berprestasi tiba-tiba berulah. Membuat telinga panas dan menguji kesabaran saya. Rasanya ingin menampar kesadarannya biar dia terbangun. Kembali jadi murid hebat yang dulu paling saya banggakan di kelas untuk pelajaran saya. Ah, ternyata penilaian saya masih terlalu dangkal. Persepsi saya berubah saat mendengar pemaparan dari guru agamanya, yang telah menyempatkan mengunjungi rumahnya dan bicara dari hati ke hati. Si anak itu berlaku begitu itu kan ada sebabnya. Dan itu berkaitan dengan keluarganya yang kurang harmonis. Bahwa ayahnya berlaku keras dan kadang ada KDRT adalah fakta lain yang membuka mata saya. Saya pun belajar untuk berikhtiar mengupayakan keluarga yang harmonis untuk anak-anak saya di rumah, hingga semoga karakter mereka terjaga dengan baik saat diluar sana.

    Saya pun belajar sebuah keikhlasan tingkat tinggi dari mantan murid saya yang bernama Ahmad Anthoni almarhum. Di tengah rasa sakitnya melawan penyakit lupus yang menggerogoti bagian demi bagian tubuhnya, dia berujar bahwa sakitnya akan dia jadikan ladang ibadah. Selalu optimis berusaha sekuat tenaga hingga akhir hayatnya.

    Baca kisahnya lebih lanjut disini: Ahmad Anthoni, The Untold Hero



    Ya, saya adalah guru. Dan saya bangga karenanya. Saya sangat bersyukur Allah memudahkan saya menjadi seorang guru. Mungkin saya tidak bisa jadi pimpinan perusahaan sehebat anda. Atau tak cakap jadi seorang manager pemasaran ternama. Meski jadi guru mungkin tak membuat saya jadi kaya raya atau terkenal sejagad raya. Tetapi saya tahu pasti, di depan saya masih ada jalan panjang  bermil - mil jaraknya untuk saya bisa berusaha menjadi guru yang lebih baik dari hari ke hari.  Seperti kata pujangga kesukaan saya Robert Frost dalam puisinya; ‘and miles to go before I sleep. And miles to go before I sleep.’

    Bahagia itu mengerjakan apa yang kita cintai  dan kita mencintai apa yang kita kerjakan. Do What You Love & Love What You Do!

    Bagaimana, apakah anda juga cukup mencintai profesi anda saat ini?
    Continue Reading


    Salah satu syarat untuk mengikuti Olimpiade Guru Nasional (OGN) adalah membuat sebuah artikel gagasan Ilmiah. Berikut saya sampaikan sebuah contohnya. Tentu saja ini hanya sebagai pembuka wawasan anda saja. Anda pasti dapat menulis gagasan Ilmiah yang lebih baik dari ini. Jangan lupa menyesuaikan dengan pedoman OGN terbaru ya di webnya kesharlindung dikmen.
    Baca Juga :
    ARTIKEL TENTANG MENINGKATKAN HOTS DALAM PEMBELAJARAN

    Artikel gagasan ilmiah untuk OGN 2019 adalah tulisan artikel yang berkaitan dengan upaya meningkatkan karakter 'critical thinking' atau pembelajaran berbasis HOTS. Semoga bermanfaat.



    ‘THIS IS MY INDONESIA PROJECT ‘
    PEMANFAATAN  ‘PHOTOVOICE’  DALAM MATA PELAJARAN BAHASA & SASTRA INGGRIS UNTUK MENINGKATKAN JIWA NASIONALISME SISWA KELAS XI SMA N 2 WONOGIRI


    ARTIKEL ILMIAH SEBAGAI BAGIAN DALAM
    LOMBA OLIMPIADE GURU NASIONAL (OGN)
    BAGI GURU PENDIDIKAN MENENGAH
    TAHUN 2018


    Oleh:
    Nama            : ............................................
    Sekolah         : ............................................
    Kab/Kota      : ............................................
    Provinsi        : ............................................

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memampukan kami sebagai hambanya untuk  menyusun sebuah artikel ilmiah yang berkaitan dengan pendidikan karakter dalam pembelajaran Bahasa Inggris di SMA N 2 Wonogiri. Artikel ini berusaha mendiskripsikan kegiatan tersebut.
    Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) telah diwacanakan untuk selalu menjadi poros pendidikan di sekolah-sekolah di Indonesia. PPK merupakan gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati (etik), olah rasa (estetik), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik) dengan dukungan pelibatan publik dan kerjasama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat yang merupakan bagian dari gerakan nasional revolusi mental (GNRM). Dengan PPK diharapkan akan menjadi upaya untuk menyiapkan generasi muda yang tak hanya pandai secara intelektual, namun juga memiliki karakter mulia yang menjiwai hidup mereka sehari-hari.
    Saya percaya bahwa PPK harusnya bukan hanya sekedar wacana, melainkan harus menjadi sebuah tindakan nyata yang hidup di lingkungan sekolah. Salah satunya adalah dengan mengintegrasikan dalam pembelajaran di dalam kelas. Saya sebagai guru Bahasa & Sastra Inggris berupaya mengintegrasikan PPK dengan menggagas sebuah kegiatan ‘THIS IS MY INDONESIA PROJECT’. Saya memanfaatkan teknik Photovoice dalam pembelajaran bahasa Inggris untuk menanamkan jiwa nasionalisme pada siswa.
    Semoga artikel ilmiah ini dapat memberi manfaat dalam bagian upaya sekolah kami untuk meningkatkan karakter baik siswa. Kritik dan saran saya nantikan untuk perbaikan kegiatan ini di masa mendatang.

    Wonogiri, ...............

    ...................................


    DAFTAR ISI
    Halaman judul 
    Kata Pengantar .
    Bab I. PENDAHULUAN .
    A.    Latar Belakang ..
    B.     Rumusan Masalah 
    C.     Tujuan 
    D.    Manfaat .
    Bab II. KAJIAN TEORI  
    A.    Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) 
    B.     Pembelajaran Aktif   
    C.     Photovoice  
    Bab III. PEMBAHASAN 
    Bab IV. Simpulan  .        
    Daftar Pustaka  ..     21


    BAB 1
    PENDAHULUAN
    A.    LATAR BELAKANG MASALAH
    “Educating the Mind Without Educating the Heart is No Education At All”  - Aristotle.
    Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk memajukan sebuah bangsa. Sekolah dan guru merupakan ujung tombak dalam dunia pendidikan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang cerdas dan bermutu, generasi masa depan sebuah bangsa. Ada hal yang menarik untuk kita cermati bahwa berabad yang lalu, seorang pemikir dunia, Aristoteles, mengingatkan bahwa; “Mendidik pemikiran saja tanpa mendidik hati/karakter; itu sama sekali bukanlah pendidikan.” Kecerdasan dan ketrampilan pada diri seseorang memanglah hal penting tetapi memiliki karakter yang mulia juga tak kalah pentingnya.
    Sekolah dan guru seharusnya tidak hanya sekedar melakukan fungsinya untuk ‘transfer of knowledge’(transfer ilmu) semata, tetapi harusnya juga berupaya keras untuk ‘transfer of values’; mentrasfer nilai – nilai kehidupan untuk menguatkan karakter peserta didiknya.
    Apa yang menjadikan seorang Sudirman menjadi sosok yang banyak dikagumi banyak orang dari masa ke masa?
    Bukan karena jabatannya semata, bukan pula karena kehebatan fisiknya. Beliau adalah seorang jendral sederhana dengan fisik ringkih. Paru-parunya bahkan tak sepenuhnya sempurna. Tetapi kekuatan karakternya mampu menutupi segala kekurangan fisiknya. Jenderal Sudirman tangguh memimpin menggerakkan perjuangan melawan penjajah meski harus ditandu keluar masuk hutan. Sinar matanya selalu menyala tak gentar, memberi tauladan dan menyemangati prajurit pasukan gerilyanya.
    Apa yang membuat seorang tokoh enterpreneur dunia bernama Soichiro Honda tidak menyerah ketika berulang dia mengalami kegagalan? Apa yang menjadikan Colonel Sanders sukses dengan bisnis waralabanya meski sebelumnya dia harus terus mencoba menawarkan resepnya setelah ditolak 1009 kali?
    Semua dapat melihat bahwa pada diri kedua tokoh sukses tersebut melekat mental yang kuat, pribadi yang tangguh pantang menyerah meski kegagalan mendera berulang. Bukan hanya karena keilmuan atau kekuatan finansial semata. Karakter hebat mereka menghantarkan mereka menjadi pengusaha hebat yang kini mampu membuka berjuta lapangan kerja, memberi manfaat bagi orang lain.
    Apalah pula yang menggerakkan seorang petani tua dari desa Ndali, Wonogiri, bernama Mbah Sadiman menanami bukit gersang di wilayah desanya seorang diri? Sejak tahun 1996, Mbah Sadiman, telah berupaya menanami bukit Gendol dengan harapan desanya tidak lagi terkena krisis air seperti musim-musim kemarau sebelumnya.
    Dengan karakternya yang kuat, penuh keikhlasan secara mandiri beliau menanam satu demi satu pohon di bukit yang sebelumnya rusak karena pembalakan liar dan beberapa kali kebakaran yang terjadi sekitar tahun 1960an sampai 1980an. Dan kini, setelah puluhan tahun menanam, bukit tersebut kembali menghijau dan desanya terhindar dari krisis air.
    Ya, nilai seseorang adalah pribadinya. Ilmu pengetahuan, pangkat, atau kekayaan memang berguna tetapi karakter yang kuat pun tak kalah pentingnya.Hal inilah yang kemudian menjadi semangat untuk menguatkan kembali pendidikan karakter di negeri kita ini bukan sebagai mata pelajaran baru atau kurikulum baru.
    Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sesungguhnya memang bukan hal baru dalam dunia pendidikan di negara kita. Sejak awal, bapak pendidikan negara kita, Ki Hajar Dewantara telah meletakkan fondasi yang kuat bahwa pendidikan di Indonesia harus secara selaras mengoptimalkan bertumbuhnya budi pekerti, fikiran dan tubuh anak tanpa terpisah pisahkan. Pendidikan karakter sebagai upaya menumbuhkan budi pekerti anak harus menjadi ruh tak terpisahkan saat sekolah berupaya meningkatkan pengetahuan peserta didiknya.
    Buya Hamka, seorang tokok ternama di negara kita, dalam bukunya yang berjudul Pribadi Hebat, juga menjelaskan bahwa sebagai guru, kita harusnya menyiapkan siswa kita, pemuda pemuda penerus bangsa, untuk siap bersaing di jamannya kelak. Beliau mengingatkan bahwa generasi muda saat ini kelak akan hidup di jaman yang berbeda dengan jaman kita saat ini. disamping kecerdasan dan ketrampilan, karakter yang kuat, pribadi yang hebat akan menjadi bekal mereka untuk menang menghadapi persaingan di masa mendatang. Bahwa pribadi bangsa ini ditentukan oleh pribadi-pribadi tiap individu masyarakatnya. Pemuda berkarakter baik akan membawa kejayaan bangsa.
    Hal tersebut tertuang pula dalam Pasal 3 UU No 20 Sisdiknas Tahun 2003 yang mengamanatkan bahawa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
    Demikian pula dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) 2005 – 2025 juga secara tersirat menyatakan bahwa pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan bangsa. Salah satunya terwujud dalam sebuah gerakan yang disebut Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).
    Dalam GNRM, Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) mengkristalisasi nilai utama karakter yang tadinya berjumlah 18 menjadi 5 nilai utama yaitu : Religius, Nasionalis, Mandiri, Gotong Royong, dan Integritas
    Kelima karakter tersebut merupakan intisari dari nawacita, nilai-nilai revolusi mental, dan 18 karakter yang telah dikembangkan sebelumnya.
    Renstra (Rencana Strategis) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2010 -2014 telah mencanangkan PPK untuk seluruh jenjang pendidikan mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai Perguruan Tinggi (PT) dalam sistem pendidikan Indonesia. Muncul pula kemudian sebuah Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2015 tentang penumbuhan budi pekerti. Bahkan di peringatan Hari Guru Nasional 2017 yang lalu, Pendidikan karakter dan keteladanan guru menjadi tema utamanya.
    Sekolah dan guru terus didorong untuk mengintegrasikan PPK dalam berbagai kegiatan sekolah, kegiatan ekstra kurikuler, dan kegiatan belajar mengajar di tiap mata pelajaran.
    Terkait metodologi yang sesuai untuk pendidikan karakter, Lickona;1991 (Hariyanto dan Samani:2016) memberi contoh agar PPK berlangsung lebih efektif maka guru dapat mengimplementasikan dalam berbagai metode pembelajaran yang aktif dan kreatif. Beberapa diantaranya adalah bercerita tentang cerita yang bermanfaat, menerapkan pembelajaran studi kasus (Problem Based Learning), bermain peran, debat, atau menerapkan pembelajaran kooperatif. Intinya penerapan PPK harus terintergrasi dalam pembelajaran, disampaikan sesuai dengan bahan ajar dan dengan cara yang aktif, kreatif dan inovatif.
    Dalam artikel ilmiah ini, saya sebagai guru Bahasa & Sastra Inggris, hendak memaparkan metode pembelajaran yang akan saya terapkan untuk menguatkan karakter nasionalis pada siswa.cakupan karakter nasionalis adalah semangat kebangsaan, menghargai kebhinekaan dan cinta tanah air.
    Hal ini terdorong oleh temuan saya di lapangan, bahwa masih banyak siswa maupun orang tua siswa dan bahkan rekan guru dari mapel lain di SMA N 2 Wonogiri , yang beranggapan bahwa mempelajari mapel Bahasa & Sastra Inggris bukanlah sebagai bentuk cinta tanah air. “Bahasa negara lain kok malah dipelajari,” begitu pendapat beberapa orang.
    Pada saat kegiatan belajar mengajar tentang tema  jati diri (introduction) misalnya, saya mengajukan pertanyaan  “What kind of song do you like?” (jenis lagu apa yang kamu sukai?), beberapa siswa menjawab “ I like Dangdut or Campursari.” Ketika saya tanya lagi “Why?” mereka menjawab dengan penjelasan lebih panjang, kebanyakan dengan bahasa campur karena keterbatasan kosakata mereka,” Off course, kan love Indonesia doong.” Mereka akan senyam senyum saja ketika saya kembali bertanya apakah kalau kita menyanyikan atau menyukai lagu bahasa Inggris atau bahasa lain itu berarti kita tidak cinta Indonesia?.
    Memang benar ada pendapat bahwa  bahasa adalah produk budaya, saat kita mempelajari sebuah bahasa, dalam hal ini bahasa Inggris , itu berarti secara tidak langsung kita mempelajari budaya barat. Itu karena bahasa Inggris memang mayoritas dipakai oleh orang-orang bangsa barat seperti di benua Eropa atau Amerika.
    Saat kita mempelajari kala waktu (tenses) misalnya, kita akan berfikir untuk merangkai kalimat berbahasa Inggris dalam kerangka fikir budaya orang barat dalam memahami kegiatan berdasar waktu. Sebuah pola fikir yang tidak terdapat secara mendetail dalam budaya bahasa Indonesia. Lalu pada saat mempelajari KD tentang ‘Song’ misalnya, kita akan diajak mencermati dan membahas lagu berbahasa Inggris yang merupakan produk budaya barat.
    Lalu apakah mapel Bahasa & Sastra Inggris tidak bisa sama sekali menumbuhnya jiwa nasionalisme siswa? Itu merupakan tantangan bagi saya, seorang guru Bahasa & Sastra Inggris, untuk menemukan sebuah kegiatan yang dapat dintegrasikan dalam pembelajaran untuk dapat menguatkan karakter siswa.
    Saya kemudian menggagas sebuah kegiatan berjudul: ‘This is My Indonesia Project’ (Proyek Ini Indonesia Ku). Kegiatan ini merupakan bagian dari pembelajaran aktif bersifat partisipatori. Siswa akan dijadikan pusat pembelajaraan (student centered learning) dan berpartisipasi aktif. Ini merupakan proyek dengan memanfaatkan teknik Photovoice yang dipopulerkan oleh peneliti Caroline Wang, DrPH dan Mary Ann Burris, PhD.
    Sebuah Photovoice project pada dasarnya adalah sebuah proses yang mengajak partisipannya untuk mengamati lingkungan sekitarnya untuk mengamati apa kelemahan dan kekurangannya dengan mengambil foto dan kemudian menuliskan narasi (menggunakan bahasa Inggris) mengenai foto tersebut kemudian mendiskusikannya. Saya rasa ini akan menarik minat siswa sebab mengambil foto sudah merupakan kebiasaan di era digital ini.
    Saya merasa dapat mengeksplore ide anak dengan lebih leluasa dengan teknik tersebut untuk kegiatan belajar mengajar pada materi ‘Hortatory Exposition’. KD ini terdapat di pelajaran Bahasa dan Sastra Inggris kelas XI. Melalui teks berjenis Hortatory Exposition, siswa akan belajar mengkritisi isu terbaru di sekitar mereka kemudian memberi rekomendasi pada bagian akhir (Thesis – Argumentation – Reccomedation). Teknik ini sesuai dengan teknik dalam menganalisis Photovoice yang dikembangkan oleh Wang dan Burris.
    Tema yang akan diambil adalah tentang hal apa yang membuat mereka merasa bangga berbangsa Indonesia yang akan menambah rasa cinta tanah air pada diri mereka. Foto yang diambil adalah foto riil di sekitar kehidupan mereka, bukan foto unduhan dari internet. Memang foto yang dihasilkan pasti hanya sekitar kehidupan mereka di wilayah Wonogiri ini, tetapi menurut saya, cinta Indonesia haruslah dimulai dengan mengenali dan bangga dengan wilayah sendiri, memahami kelebihan dan keresahan masyarakat Wonogiri.
    Mencintai Indonesia berarti faham akan kelebihan yang dapat dieksplore dari wilayah sekitarnya, kemudian memberi saran apa yang dapat dikembangkan dari kelebihan yang mereka amati itu. Selain itu, mencintai Indonesia berarti dapat mengenali kekurangan wilayah sekitarnya untuk menjadi bahan diskusi apa yang dapat mereka fikirkan untuk memperbaikinya. Proses membuat caption dan berdiskusi didorong sebanyak mungkin menggunakan bahasa Inggris. Pada bagian akhir projectnya akan diadakan pameran dan juga disebarkan lewat media internet.

    B.     RUMUSAN MASALAH
    Dari latar belakang yang dipaparkan sebelumnya, saya merumuskan masalah sebagai berikut:
    1.      Bagaimana ‘This is My Indonesia Project’ dapat meningkatkan jiwa nasionalisme siswa kelas XI SMA N 2 Wonogiri?
    2.      Apakah ‘This is My Indonesia Project’ dapat meningkatkan jiwa nasionalisme siswa kelas XI SMA N 2 Wonogiri?
    C.     TUJUAN
    Tujuan dari ‘This is My Indonesia Project’ adalah meningkatkan karakter nasionalis siswa kelas XI SMA N 2 Wonogiri.
    Nilai karakter nasionalis merupakan perwujudan dari sikap semangat kebangsaan dan cinta tanah air yang sesuai, tidak berlebihan seperti sikap ‘chauvinisme’ (mengangung-agungkan secara buta berlebihan suatu suku atau bangsa). Siswa distimulus untuk menguatkan rasa cinta tanah air mereka dengan membuat proyek untuk mengenali kelebihan dan kekurangan wilayah mereka melalui sudut pandang mereka sendiri.
    Dengan berpartisipasi aktif mengambil foto riil di lingkungan mereka sendiri, mereka akan melihat realiatas melalui sudut pandang mereka sendiri untuk kemudian menuliskan narasi yang sesuai dengan bahasa Inggris. Dengan kegiatan diskusi, mereka akan belajar secara kritis mengaplikasikan rasa bangga dan cinta pada negara mereka. Pada akhirnya mereka akan distimulus untuk membagikan proyek mereka ke publik, ke mata dunia lewat pameran dan internet. Diharapkan siswa akan dengan bangga menyatakan, ‘This is My Indonesia!” (Ini Indonesiaku!), ‘Aku Cinta Indonesia’.

    D.    MANFAAT
    Hasil pelaksaan kegiatan ‘This is My Indonesia Project’ diharapkan dapat memberi manfaat bagi :

    1.      Guru
    Penerapan kegiatan ‘This is My Indonesia Project’ dalam pembelajaran Bahasa & Sastra Inggris,dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas. Tidak hanya fokus pada peningkatan hasil belajar saja tetapi juga menguatkan karakter nasionalisme siswa. Selain itu, hal ini juga diharapkan akan meningkatkan keprofesionalan guru untuk mengintegrasikan PPK dalam pembelajaran yang aktif dan inovatif.
    2.      Siswa
    Penerapan kegiatan ‘This is My Indonesia Project’ dalam pembelajaran Bahasa & Sastra Inggris, diharapkan membuat siswa meningkat karakter nasionalismenya. Hasil belajar siswa pada materi teks Hortatory Exposition juga akan meningkat setelah mengikuti pembelajaran aktif dari guru.
    3.      Sekolah dan Masyarakat
    Sekolah dan masyarakat akan mendapatkan gambaran riil dari sudut pandang pemuda, yang merupakan siswa SMA N 2 Wonogiri. Hasil ini akan dapat dijadikan bahan diskusi lebih lanjut mengenai potensi yang dapat dibanggakan dan dikembangkan dari wilayah tersebut dan mengamati kekurangan untuk dicari solusinya. Masyarakat diajak mencintai Indonesia melalui sudut pandang para pemuda.
    Demikian latar belakang, rumusan masalah, tujuam serta manfaat dari Penerapan kegiatan ‘This is My Indonesia Project’ dalam pembelajaran Bahasa & Sastra Inggris. Detail rinci alur kegiatan serta landasan teori akan dibahas di bab berikutnya.


    “Kepada Pemuda : Bebanmu akan berat. Jiwamu harus kuat. Tetapi aku percaya langkahmu akan jaya. Kuatkan pribadimu!” – Hamka.




    BAB II
    KAJIAN TEORI

    A.    Penguatan Pendidikan Karakter (PPK)
    Apa yang dimaksud dengan ‘karakter’ ?
    Kementrian Pendidikan Nasional BalitbangKur dalam Pedoman Sekolah untuk Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (2010) menyatakan bahwa yang dimaksud  karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Sementara dalam Kamus Bahasa Indonesia, karakter diartikan sebagai sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari orang lain.
    Dari definisi diatas, karakter adalah bagian afektif (sikap) dalam diri seseorang. Setiap siswa mempunyai sifat atau budi pekerti yang bisa saja berbeda dari satu siswa dengan siswa lainnya, akan tetapi sekolah dan guru dapat menguatkan karakter – karakter baik yang ada dalam diri siswa agar dapat dijadikan landasan cara pandang, cara befikir atau cara bersikap mereka. Dari penjelasan diatas pembentukan karakter bukanlah proses sesaat. Perlu proses berkesinambungan untuk membiasakan mereka terstimulus untuk menguatkan karakter baik dalam diri mereka sehingga dapat melekat pada diri mereka sebagai bagian dari watak atau kebribadian mereka.
    Thomas Lickona dalam Listyarti (2012:8) memandang pendidikan karakter adalah kaitannya dengan menjadi sekolah karakter (a school of character), sekolah yang menempatkan pendidikan karakter di bagian utama. Sekolah merupakan tempat ideal untuk menanamkan pendidikan karakter. Lickona menjelaskan bahwa diperlukan keterlibatan banyak pihak untuk mewujudkannya, diantaranya adalah keterlibatan pempinan dan staff sekolah, orangtua, keterlibatan aktif siswa dan guru.
    Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhajir Effendy dalam laman https://www.kemdikbud.go.id (Diunggah 10 Januari 2017) menyatakan bahwa PPK adalah poros utama perbaikan pendidikan nasional. Beliau menyatakan bahwa lima karakter utama yang menjadi prioritas PPK berkaitan dengan berbagai program prioritas Kemdikbud di bidang pendidikan dan kebudayaan.
     Lima nilai utama itu adalah Religius, Nasionalis, Mandiri, Intregitas dan Gotong Royong. Hal tersebut digambarkan dalam bagan berikut:

    Bagan 1. PPK sebagai poros pendidikan Indonesia (www.kemdikbud.go.id)
    Pada tahun2010 Kementerian Pendidikan Nasional mengeluarkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pendidikan Karakter untuk mengembangkan rintisan di sekolah-sekolah seluruh Indonesia dengan delapan belas (18) nilai karakter. Saat ini PPK mengkristalisasi nilai utama karakter yang tadinya berjumlah 18  menjadi 5 nilai utama yaitu :
    1.      Religius; karakter yang menunjukkan beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan dengan mengamalkan ajaran agamanya, bertoleransi dengan pemeluk agama lain dan mencintai alam sebagai bagian ciptaan Tuhan.
    2.      Nasionalis; karakter yang menunjukkan kesetiaan dan cinta tanah air dengan semangat kebangsaan.
    3.      Mandiri; karakter yang menunjukkan nilai etos kerja, tahan banting dalam upaya merealisasikan mimpi tanpa selalu tergantung pada orang lain.
    4.      Gotong Royong; karakter yang mencerminkan semangat untuk bekerjasama dalam saling membantu untuk kebaikan bersama dan mengurangi penderitaan masyarakat yang membutuhkan bantuan.
    5.      Integritas; karakter yang menunjukkan untuk selalu menjadi orang yang dapat dipercaya dan memiliki komitmen pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral.
    Kelima karakter tersebut; religius, nasionalis, mandiri, gotong royong dan integritas merupakn intisari dari nawacita, nilai-nilai revolusi mental, dan 18 karakter yang telah dikembangkan sebelumnya.
    Hal tersebut ditunjukkan dalam bagan berikut:

    Bagan 2: Keterkaitan lima nilai utama dalam pendidikan karakter
    Konsep pendidikan karakter tersebut dapat diimplementasikan di sekolah dalam tiga bentuk sebagai berikut:
    1.      Pendidikan karakter berbasis kelas
    Dalam bentuk ini, pendidikan karakter diterapkan melalui proses belajar setiap mata pelajaran terintegrasi dalam RPP guru mapel tersebut.
    2.      Pendidikan karakter berbasis budaya sekolah
    Dalam bentuk ini, pendidikan karakter dapat berupa pembiasaan nilai-nilai utama dalam kegiatan keseharian sekolah dan pemembentukan ekosistem sekolah yang mendukung pembiasaan tersebut.

    3.      Pendidikan karakter berbasis masyarakat
    Pendidikan karakter diimplementasikan dengan melibatkan orang tua, komite sekolah, dunia usaha di sekitar sekolahatau pemerintah dan pemda setempat.
    Pada PPK berbasis kelas, Kemendikbud RI dalam Modul Konsep dan Pedoman PPK (2017), menyatakan bahwa guru seharusnya mengintegrasikan PPK dengan proses pembelajaran di dalam kelas melalui isi kurikulum dalam mata pelajaran, baik itu secara tematik maupun terintegrasi dalam mata pelajaran. Guru dalam mengembangkan PPK juga seharusnya memperkuat manajemen kelas, pilihan metodologi, dan evaluasi pengajaran serta mengembangkan muatan lokal sesuai dengan kebutuhan daerah.
                Pada akhirnya, PPK diharapkan pendidikan di Indonesia tidak hanya mampu mencetak generasi yang cerdas dan terampil, namun juga membentuk individu yang memiliki karakter hebat. Sehingga kelak muncul Generasi Emas 2045 yang cerdas, terampil dan berkarakter mulia.
    Nilai Karakter yang hendak kami utamakan untuk dikembangkan pada artikel ini adalah nilai karakter nasionalis. Sebuah nilai karakter yang saya anggap penting untuk menyiapkan siswa yang kelak akan hidup di era yang seakan tanpa batas. Mereka akan hidup dalam kemudahan mengakses teknologi yang memungkinkan mereka terekspos dengan budaya negara – negara lain secara mudah. Dalam hal ini bahasa Inggris, sebagai salah satu mapel yang mereka pelajari, merupakan salah satu media perantara bahasa yang dipakai secara internasional.
    Menurut modul Konsep dan Pedoman PPK yang dikeluarkan oleh Kemdikbud RI (2017) penjelasan karakter nasionalisme adalah sebagai berikut:
    Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
    Subnilai nasionalis antara lain apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa,rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan,taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku,dan agama.
    Schaps, Scaeffer dan Mc.Donnel  dalam Hariyanto dan Samani (2016:143) menyatakan bahwa pendekatan terpadu adalah hal yang penting untuk dipahami guru dalam mengimplementasikan pendidikan karakter. Menurut mereka bentuk paling baik dari pendidikan karakter adalah pada pelibatan siswa, diskusi penuh pemikiran dan refleksi terkait implikasi moral tentang apa saja yang mereka lihat di sekeliling mereka dan apa yang mereka alami dan lakukan secara pribadi. Ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Ki Hajar dengan kata-kata cipta, rasa, karsa.
    B.     Pembelajaran Aktif
    Pendidikan karakter dalam kelas akan maksimal menjadi bagian pribadi siswa jika dilaksanakan dalam kerangka pembelajaran aktif.
    Dalam Panduan Pengembangan Pembelajaran Aktif yang diterbitkan oleh Dirjendikdasmen tahun 2017, dijelaskan bahwa dalam  pembelajaran aktif, siswa harus terlibat dalam pembelajaran secara aktif. Siswa tidak hanya mendengarkan ceramah guru sepanjang waktu. Siswa harus didorong untuk aktif membaca, menulis, mendiskusikan, atau terlibat dalam memecahkan masalah. Kegiatan belajar ini terkait dengan hasil hasil belajar yang ingin dicapai mencakup tiga dimensi yaitu pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Keaktifan siswa tidak hanya sekedar keaktifan fisik tapi juga keaktifan mental. Dalam proses pembelajaran aktif,  guru harus memberikan ruang yang cukup bagi aktivitas siswa untuk mengakses berbagai informasi dari berbagai sumber.
    Menurut pemikiran Mochtar Buchori (dalam Listyarti:2012) guru harusnya berfikir makro bukan mikro. Guru seharusnya tidak berfikir sebatas ruang kelas (mikro) dengan hanya menyampaikan pengetahuan saja. Guru jangan mengajar hanya untuk sekedar menjalankan kewajiban menyelesaikan kurikulum, tetapi guru harus berfikir secara makro. Materi pembelajaran yang disampaikan guru harusnya dapat menembus batas – batas ruang kelas. Guru seharusnya mengajak siswanya untuk belajar dan mengamati tentang realitas di masyarakat, sehingga pembelajaran yang dijalankan tersebut ada unsur kebermaknaan sehingga mampu memberi sumbang sih dalam menjawab beberapa persoalan di masyarakat.
    Pada Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang standar Proses, guru seharusnya merancang proses pembelajaran yang bersifat pembelajaran aktif sesuai dengan Kurikulum 2013. Karakteristik pembelajaran aktif dalam Panduan Pengembangan Pembelajaran Aktif yang diterbitkan oleh Dirjendikdasmen tahun 2017,  adalah sebagai berikut:
    1.        Pembelajaran berpusat pada siswa. Dorong siswa untuk mengembangkan belajar mandiri dengan semangat dan motivasi yang kuat dari diri mereka sendiri
    2.        Guru membimbing pengalaman belajar siswa. Guru seharusnya memberi peluang pada siswa agar memperoleh pengetahuan dan ketrampilan melalui melakukan sendiri, yang kemudian dari pengalaman melakukan itu, mereka dapat mengembangkannya untuk membuat suatu karya
    3.        Tujuan kegiatan pembelajaran tidak untuk sekedar mengejar standar akademis tapi juga untuk pencampaian kompetensi secara utuh dan seimbang
    4.        Penekanan lebih kepada kreativitas siswa dan progress kemajuannya untuk menguasai kompetensi
    5.        Penilaian proses pembelajaran dilakukan untuk mengukur ketercapaian kompetensi sikap, pengetahuan dan ketrampilan siswa
    6.        Guru tidak hanya fokus pada penyampaian informasi saja tetapi sebaiknya lebih mengutamakan keterlibatan siswa secara fisik dan mental
    7.        Guru seharusnya menciptakan kondisi pembelajaran yang mendukung untuk mengembangkan keterbukaan dan penghargaan terhadap gagasan – gagasan dari siswa
    8.        Guru seharusnya tidak menyampaikan pembelajaran secara pasif melalui ceramah saja, tetapi harus mendesain pembelajaran yang kreatif dan inovatif yang membuat siswa terlibat secara aktif.
    Saat guru menerapkan metode pembelajaran yang aktif semacam itu, guru akan sekaligus dapat menstimulus siswa untuk mengembangkan karakter mereka secara lebih menyenangkan dan merasuk kedalam pribadi mereka.
    C.     Photovoice
    Photovoice merupakan proses riset tindakan melalui rangkaian tindakan dan termasuk dalam metodologi riset berbasis partisipasi (Wang & Burris,1997 dalam Strown and Monama:2012). Dalam Photovoice, para partisipan difasilitasi oleh peneliti untuk mengambil foto-foto di lingkungannya dalam masyarakat dan kemudian secara berkelompok menganalisis isu yang terwakili dalam foto-foto tersebut.

    dst ..

    Ketrampilan menulis dalam Bahasa & Sastra Inggris pada siswa XI di SMA N 2 Wonogiri belum maksimal. Karena menulis, apalagi yang bersifat tulisan ilmiah, belum menjadi budaya bagi mereka. Menulis saja sudah sulit, apalagi menulisnya pakai bahasa asing, begitu pendapat beberapa dari mereka. metode Photovoice menurut saya dapat menawarkan stimulus bagi mereka untuk menulis tentang lingkungan mereka dalam bahasa Inggris.
    Dalam beberapa riset, Photovoice  cukup sesuai dengan partisipan remaja/pemuda. Yang berarti sesuai dengan karakteristik siswa SMA yang kebanyakan merupakan remaja/pemuda. Dengan memberi kesempatan pada pemuda untuk mengamati isu – isu di sekitar lingkungan masyarakat mereka, misalnya isu budaya, isu sosial atau harapan masyarakat, pemuda didorong untuk mengembangkan pemahaman akan diri mereka sendiri dan masyarakat di lingkungan sekitar mereka. pemuda seharusnya perlu diberi kesempatan untuk mengembangkan dan mengkonfirmasi kemampuannya. Mereka perlu diberi kesempatan untuk berkomentar atas pengalaman dan pemahaman mereka sehingga dapat menjadi agen perubahan positif di lingkungannya (Strack RW,dkk:2004)


    BAB III   PEMBAHASAN
                Sebuah upaya yang saya ingin terapkan di kelas adalah dengan mengimplementasikan pembelajaran aktif untuk menguatkan karakter nasionalisme siswa. Photovoice adalah sebuah metode yang yang saya pilih. Dengan Photovoice, saya akan mengusahakan sebuah situasi belajar yang membuat siswa mendapat pengalaman dengan mengamati secara langsung apa yang terdapat di sekitar lingkungan masyarakat sekitar mereka. Menulis dan berdiskusi dengan menggunakan Bahasa Inggris juga akan menjadi bagian dari kegiatan ini. Kegiatan ini saya beri judul “This is My Indonesia Project” yang selanjutnya akan disingkat “TMIP”
    Langkah – langkah dalam pelaksanaan TMIP pada dasarnya mengikuti metodologi dalam metodologi Photovoice yang dikemukakan oleh Wang (2006) yang telah dibahas sebelumnya. Saya akan membaginya secara garis besar dalam tiga tahap : The Preparation Phase, the ‘DO’ Phase, The Exibition Phase.
    A.    The Preparation Phase
    Tahap ini merupakan tahap awal persiapa dari kegiatan yang akan dijalankan siswa. Pertama, tentu saja guru menyesuaikan project ini dengan Kompetensi Dasar (KD) yang akan diajarkan pada kelas yang akan dijadikan partisipan, yaitu siswa kelas XI. Penjelasan awal akan diberikan saat guru memulai pembelajaran pada KD tentang Teks Hortatory Exposition. Berikut kutipan dari Silabus Mata Pelajaran Bahasa & Sastra Inggris SMA yang dikeluarkan oleh Kemdikbud pada tahun 2016 :
    3.9.            Membedakan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan  beberapa teks hortatory exposition lisan dan tulis dengan memberi dan meminta informasi terkait pandangan/pendapat mengenai topik yang hangat dibicarakan umum, argumentasi pendukung, serta saran, sesuai dengan konteks penggunaannya
    4.9.Teks hortatory exposition
    4.9.1        Menangkap makna secara kontekstual terkait fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan teks hortatory exposition lisan dan tulis, terkait isu aktual
    4.92.        Menyusun teks hortatory exposition lisan dan tulis, terkait isu aktual, dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan, secara benar dan sesuai konteks
    KD 3.9 dan 4.9 ini bisa disampaikan pada siswa kelas XI pada semester ganjil dengan alokasi waktu biasanya hanya sekitar 9 pertemuan (18x@45 menit). Pada KD 4.9.2 siswa diminta untuk menyusun teks Hortatory Exposition baik berbentuk lisan maupun tulis terkait isu aktual, dalam hal ini Photovoice akan membantu mereka menyusun teks tersebut dengan lebih menyenangkan dan kreatif. Nilai plus nya adalah selama pembelajaran ini siswa akan distumulus untuk menguatkan karakter cinta tanah air pada diri mereka.
    Langkah selanjutnya adalah... dst...
    Langkah berikutnya adalah ... dst...
     Jelaskan mengenai prosedur pelaksanaannya, apa kelebihan dan kekurangannya untuk meningkatkan nilai nasionalisme pada pembelajaran anda. 

    Fase ini dilakukan di minggu pertama, saat pelajaran KD tentang teks Hortatory Exposition, 2 x 45 menit. Pada pertemuan awal ini siswa juga diberi contoh beberapa foto dan teks Hortatory Exposition yang terkait dengan foto tersebut dari buku paket dan sumber lainnya seperti majalah atau koran. Contoh tersebut juga bisa dilengkapi dengan kegiatan reading comprehention dengan menjawab pertanyaan atau menyusun kalimat teks penyerta gambar acak.

    B.     The ‘DO’ Phase
    Pada tahap ini siswa diberi waktu untuk mengambil foto dari lingkungan sekitarnya secara individu. Siswa didorong untuk kreatif dan kritis mengambil beberapa foto di lingkungan sekolah dan sekitarnya.

    Dst.. jelaskan bagaimana pelaksanaan tahap ini. apa kelebihan dan kekurangannya untuk meningkatkan nilai nasionalisme pada pembelajaran anda. 

    C.     The Exibition Phase
    Pada phase ini siswa secara individu menampilkan dua foto terbaik pilihan mereka atau dari diskusi kelompoknya, satu foto hal positif, satu foto kekurangan masyarakat sekitarnya. Exibition pertama adalah di depan kelas, siswa mempresentasikan secara individual dari foto yang telah dibahas bersama kelompoknya . Siswa lain memberi komentar secara singkat.
    Exibition kedua adalah menampilkan hasil foto lewat media internet. Hal ini akan mencapai audience lebih luas tanpa memerlukan banyak biaya. Lewat Blog atau tayangan You Tube, akan lebih banyak foto beserta captionnya bisa ditampilkan. Siswa juga didorong untuk mensharekan lebih luas lewat tautan di media sosialnya. Harapannya, kami juga dapat melakukan exibition dalam bentuk pameran dengan mengundang kepala sekolah, wakas, guru lain dan beberapa mayarakat sekitar atau orangtua, atau native speakers di aula sekolah. Untuk menghemat biaya, kegiatan ini misalnya bisa dilakukan bersamaan saat orang tua atau komite sekolah menghadiri rapat komite di aula sekolah.
    Siswa memupuk cinta tanah airnya dengan lebih memahami lingkungan sekitarnya. Cinta Indonesia, adalah cinta yang mendalam dengan mengamati kelebihan dan kekurangan wilayah masyarakat sekitarnya. Mereka diharapkan akan dengan bangga mengucapkan, “I LOVE MY COUNTRY. THIS IS MY INDONESIA!”
    BAB IV
    SIMPULAN
    Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah hal seharusnya dikembangkan oleh setiap guru secara teintegrasi dalam masing – masing mata pelajaran yang mereka ampu. Ini karena membentuk karakter bukanlah hal yang bersifat instan, PKK harusnya merupakan proses berkisinambungan dan didukung oleh semua elemen sekolah, termasuk guru dalam kegiatan belajar mengajar.
    Ada lima elemen karakter utama yang dijadikan pemerintah menjadi poros pendidikan nasional di Indonesia. Kelima karakter utama tersebut adalah : Religius, Nasionalis, Mandiri, Intregitas dan Gotong Royong. Jiwa nasionalisme pada diri siswa akan lebih rentan terkikis karena siswa kita berada di era yang demikian mudah terhubung dengan dunia lewat kemudahan akses teknologi. Bahasa Inggris sebagai salah satu bahasa asing yang diajarkan di sekolah kadang dianggap melemahkan nasionalisme siswa karena siswa akan berfikir lewat budaya barat karena adanya pemikiran bahwa bahasa adalah produl budaya.  Saya kemudian menawarkan sebuah gagasan berupa kegiatan yang terintregasi dalam mata pelajaran Bahasa & Sastra Inggris untuk meningkatkan jiwa nasionalisme siswa.
    Kegiatan tersebut berjudul, ‘This is My Indonesia Project.’ Sebuah proyek yang mendorong siswa untuk mengambil foto- foto dari lingkungan masyarakat sekitarnya yang membuat dia bangga akan lingkungan masyarakat sekitarnya tersebut. Siswa juga mengambil foto yang terkait hal yang menjadi keresahan masyarakat sekitarnya untuk kemudian diskusikan apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaikinya. Berdasar foto yang mereka ambil, siswa kemudian menyusun teks bergenre Hortatory Exposition menggunakan bahasa Inggris.
    Keseluruhan tahap kegiatan ini sesuai dengan Photovoice, sebuah metode riset parsipator yang dikembangkan oleh Wang dan Burris. Pada akhir kegiatan siswa akan melakukan presentasi dan  pameran foto berserta teks  hasil karyanya. Diharapkan ‘This is My Indonesia Project’ ini  akan meningkatkan jiwa nasionalisme pada diri siswa kelas XI SMA N 2 Wonogiri.



    DAFTAR PUSTAKA

    Hamka.2014.Pribadi Hebat.Jakarta:Gema Insani.
    Hariyanto & Samani.2016.Konsep dan Model Pendidikan Karakter.Bandung:PT Remaja Rosdakarya.
    Hasan, Said Hamid.dkk.2010.Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.Jakarta:Badan Peneletian dan Pengembangan Kurikulum Pusat.
    Koesuma,Doni.Dkk.2017.Modul Pelatihan Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Guru.[Online]. Tersedia pada: http://cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id. Diakses pada tanggal 26 Agustus 2017.
    Lickona, Thomas. 2004. Chapter 11 Make Your School A School of Character. (Online). Tersedia pada: http:// cortland.edu/character, diakses pada 30 Agustus 2017.
    Listyarti, Retno.2012.Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Inovatif dan Kreatif.Jakarta:Esensi Erlangga.
    http://psma.kemdikbud.go.id. Modul Panduan Pengembangan Pembelajaran Aktif SMA. Dirjendikdasmen 2017. Diakses pada tanggal 5 Februari 2018.





    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About Me

    Dewi Apriliana
    An ordinary working mom who loves kids and teaching and reading
    Read More>

    Popular Posts

    • Making Appointment & Reservation by Phone ; Belajar Bahasa Inggris Yuk
    • Giving Examples in English ; Materi Bahasa Inggris Lintas Minat Kelas XI
    • Apem Kukus Tradisional yang Ngangeni
    • LANGKAH MUDAH MENULIS PUISI DENGAN TEKNIK LDA
    • Smart Apps Creator (SAC) Sebagai Alternatif Media Pembelajaran Daring
    • Memanfaatkan Blog Sebagai Media Pembelajaran Jarak Jauh
    • Contoh Proposal Usaha untuk P5 Tema Kewirausahaan
    • Membuat Laporan Karya Inovatif Video Pembelajaran

    FOLLOW US

    recent posts

    Labels

    ruang baca ruang guru ruang impian ruang kelas ruang keluarga ruang menulis ruang perpustakaan

    Statistics

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top