Bangga Jadi Guru

07.59


Sejak  SMP dulu, jika ditanya apa cita-citamu, saya mantap menjawab, “ Jadi guru!”. Padahal di tahun 92-93an itu, jadi guru belumlah jadi profesi yang dianggap keren. Saya ingat, waktu itu diantara teman sekelas, saya sendirian yang ‘ngacung’ pertamakali untuk pertanyaan siapa yang ingin jadi guru. Teman-teman sekelas saat SMP cenderung mengingat ini. Maka panggilan saya kadang ‘Propesor’ atau ‘Bu guru’. Saya sebenarnya tahu kalau panggilan seperti itu membuat saya semakin tampak cupu dengan kacamata minus besar bertengger di hidung yang tak mancung. Tapi saya tetap bangga dengan cita-cita itu.

Saat SMA, guru PPkn saya ingat bahwa dulu beliau sering menyuruh saya menerangkan beberapa bagian dari pembelajaran ke depan kelas. Dan saya melakukannya dengan senang hati. Itu saya dengar saat lima tahun kemudian saya mengajar bersamanya. Saat SMA dulu pun saya sudah aktif membantu bapak saya mengajar Kejar Paket B di sebuah SD diatas gunung dekat Waduk Gajah Mungkur, SD Perampelan 3. Dan saya ingat saya melakukannya dengan suka cita.

Mengapa ingin jadi guru? Mungkin karena memang keluarga besar saya adalah guru. Embah, dan Bapak Ibu saya adalah guru SD.  Tetapi seiring jalannya waktu saya semakin merasa nyaman berprofesi sebagai guru. Ini alasannya.

Jadi Guru Itu Bikin Awet Muda

Haha, No Hoax lho. Ini buktinya. Saat perayaan ulang tahun SMA N 2 Wonogiri yang ke 45, Kamis 24 Januari 2019 kmaren, saya bertemu dengan guru-guru semasa SMA saya yang juga diundang mendatangi acara jalan santai pagi itu. Kebetulan saya kan setelah lulus kuliah mengajar dan diangkat menjadi ASN di SMA saya dulu itu. Wah, bisa dibilang hampir sebagian besar guru saya yang sudah purna tugas itu tampak lebih segar dibanding umur mereka.
Bersama Pak Joko dan Bu Lilik
Disamping saya ini adalah Bapak Joko Nurhadi, guru seni rupa saya waktu SMA. Masih kelihatan super duper muda kan untuk usianya yang bercucu empat. Sedangkan disampingnya, yang berkerudung merah adalah Bu Lilik, guru ekonomi saya. Tak kalah segarnya.

Kemudian yang satu ini, beliau adalah pak Sukirso, guru sosiologi saya.  Sudah lama purna, tapi tetap segar ceria saja. Dulu saat mengajar pun pak Kirso ini kerap menjadi guru idola karena sangat ramah dan sabar meski mulang anak IPS yang terkenal sebagai ikatan pelajar santai.







 Berfoto dengan guru Bahasa Inggris saya, Pak Narso sungguh merupakan kebangaan.Beliau sudah semacam jadi suhu – guru besar-nya kami para pengajar Bahasa Inggris di SMA 2 saat ini  Di ujung kanan yang melambaikan tangan, ada Bu Warti, guru BP yang dulu memantapkan saya memilih jurusan Bahasa Inggris selepas SMA. Jalur undangan yang dia pilihkan. Alhamdulillah saya keterima PMDK UNNES. Saya pun tinggal duduk manis tak perlu repot cari tempat kuliah.

Bu Nunuk berkerudung abu-abu di tengah

Ini ada juga guru-guru SMA saya lainnya. Ada Bu Nunuk guru sejarah yang membuat saya jatuh cinta setengah mati pada Majapahit. Saat ulangan, suaranya selalu lantang mengingatkan 'KAKI KURSI LURUS KAKI MEJA!'. Beliau cukup keras untuk menegakkan kedisiplinana dan kejujuran saat test. Selain itu ada Bu Karni, mantan guru akuntansi, yang ingin saya contoh akan lantang gaya mengajarnya, dan Bu Retno Haryuni , guru PPkn yang selalu ramah, dan Bu Endang, guru kimia, yang  humble meskipun dari kalangan yang cukup berada. Doa tulus menyertai mereka.

Tuh kan terbukti, menjadi guru membuat awet muda. Bahkan saat sekian lama purna tugas.

Ikut Bahagia Saat Siswa Memperoleh Kesuksesan


“Bu, ini musim salju di Turki. Ini saya buat orang-orangan salju untuk Bu Dewi.” Sebuah caption dibawah foto dari Sulih, siswa lulusan SMA 2 yang mendapat beasiswa di Turki. Sekarang dia sudah lulus dan sedang merintis karirnya di tanah air. Saya memang tidak pernah ke luar negeri, bepergian jauh saja tak sering, apalagi menyentuh salju. Tapi saat mantan murid menceritakan itu, cesss, seolah-olah itu saya sendiri yang menyentuh saljunya.

Begitu pula saat murid memperoleh nilai bagus, memenangkan perlombaan atau berhasil di suatu bidang, rasanya guru bisa ikut bangga berlipat-lipat. Bahagia rasanya jika murid berhasil selepas lulus sekolah.  Ada yang pernah bilang bahwa anak saya itu ada dimana saja.Mulai dari pelosok pedesaan di berbagai wilayah di Indonesia sampai luar negeri. Itulah untungnya jadi guru, anaknya buanyaaak. Dan seperti selayaknya ibu lainnya, saya bangga sekali dengan murid-murid saya.

“Tapi saya hanya jadi ibu rumah tangga biasa, Bu,” Keluh seorang ibu muda yang dulu lulusan sekolah kami. Heii..bukankah dulu di kelas acap kali saya bilang, jadi apapun itu asal halal dan baik, sapalah bu gurumu ini di jalan. Bagi saya jadi ibu rumah tangga tetaplah membanggakan asal dia jadi berusaha jadi ibu yang terhebat untuk anak-anaknya. Jadi penjaga konter HP pun tetap membanggakan selama itu membuatnya jadi karyawan yang jujur dan baik hati.

Bisa Belajar Dari Muridnya

Menjadi guru, membuat saya bertemu dengan beragam kehidupan murid. Dan kadang saya lah yang belajar dari mereka.

Ada yang membuat saya terharu karena ternyata si anak itu memilih hidup dengan ibunya yang stroke. Setia merawat ibunya meski ditawari ikut ayahnya yang bekerja di kota besar. Dan itu anak laki-laki usia tujuhbelasan. Sungguh besar hatimu, nak. Saya belajar untuk lebih menghargai orang tua saya sendiri dari kisahnya.

Hidupnya harusnya berkeping-keping saat sebuah kecelakaan membuat sebelah kakinya diamputasi selutut. Tapi tidak untuk Ikhsan. Ditengah rasa sakitnya, dia berusaha pulih, dan tetap aktif nyambi nyantri sepulang dari SMA. Cara dia bersalaman dengan guru pun sering membuat mata saya tiba-tiba basah. Dia cium punggung tangan gurunya dengan penuh rasa takzim dan penghargaan yang tulus. Kadang saya malu dengan kegigihannya. Saya pun berjanji akan memperlakukan guru-guru saya setakzim Ikhsan menyalami gurunya.

Seorang siswi yang sangat berprestasi tiba-tiba berulah. Membuat telinga panas dan menguji kesabaran saya. Rasanya ingin menampar kesadarannya biar dia terbangun. Kembali jadi murid hebat yang dulu paling saya banggakan di kelas untuk pelajaran saya. Ah, ternyata penilaian saya masih terlalu dangkal. Persepsi saya berubah saat mendengar pemaparan dari guru agamanya, yang telah menyempatkan mengunjungi rumahnya dan bicara dari hati ke hati. Si anak itu berlaku begitu itu kan ada sebabnya. Dan itu berkaitan dengan keluarganya yang kurang harmonis. Bahwa ayahnya berlaku keras dan kadang ada KDRT adalah fakta lain yang membuka mata saya. Saya pun belajar untuk berikhtiar mengupayakan keluarga yang harmonis untuk anak-anak saya di rumah, hingga semoga karakter mereka terjaga dengan baik saat diluar sana.

Saya pun belajar sebuah keikhlasan tingkat tinggi dari mantan murid saya yang bernama Ahmad Anthoni almarhum. Di tengah rasa sakitnya melawan penyakit lupus yang menggerogoti bagian demi bagian tubuhnya, dia berujar bahwa sakitnya akan dia jadikan ladang ibadah. Selalu optimis berusaha sekuat tenaga hingga akhir hayatnya.

Baca kisahnya lebih lanjut disini: Ahmad Anthoni, The Untold Hero



Ya, saya adalah guru. Dan saya bangga karenanya. Saya sangat bersyukur Allah memudahkan saya menjadi seorang guru. Mungkin saya tidak bisa jadi pimpinan perusahaan sehebat anda. Atau tak cakap jadi seorang manager pemasaran ternama. Meski jadi guru mungkin tak membuat saya jadi kaya raya atau terkenal sejagad raya. Tetapi saya tahu pasti, di depan saya masih ada jalan panjang  bermil - mil jaraknya untuk saya bisa berusaha menjadi guru yang lebih baik dari hari ke hari.  Seperti kata pujangga kesukaan saya Robert Frost dalam puisinya; ‘and miles to go before I sleep. And miles to go before I sleep.’

Bahagia itu mengerjakan apa yang kita cintai  dan kita mencintai apa yang kita kerjakan. Do What You Love & Love What You Do!

Bagaimana, apakah anda juga cukup mencintai profesi anda saat ini?

You Might Also Like

51 comments

  1. Saya pernah mencoba jadi guru tapi ngak sanggup mbak. Kuat hanya 1 tahun ajac

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin mbak Riska ini memang jodohnya bukan profesi guru. Cocoknya jadi blogger keren profesional mungkin ya :-)

      Hapus
  2. Saya juga cita-citanya jadi Guru..
    Karena guru itu profesi mulia yang bisa bikin amal jariyah terus mengalir.. Ilmu yang bermanfaat
    Tetapi karena suatu sebab dan lain hal, akhirnya kuliah bukan di jurusan pendidikan atau keguruan.
    Dan sekarang malah jadi karyawan. Tetapi cita-cita untuk jadi guru masih tertanam di hati,, semoga suatu hari bisa terwujud, setidaknya jadi guru dan madrasah yang baik buat anak2 ku kelak.. hehehe
    Semangat ibu guru,, jasamu mencerdaskan generasi bangsa,,sungguh tiada terkira,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiiin.. semoga paling tidak menjadi guru hebat untuk anak-anak dirumah ya, mbak. Rumahku madrasahku.

      Hapus
  3. Guru awet muda.hmmm...iya, bapakku contohnya, usia 80 masih seger buger...Alhamdulillah.
    Bapakku, Mbahku, 4 mbakyuku semua guru..aku juga gurunya anakku kwkwk
    Semangat menebar ilmu ya Mbak. Jadi guru yang tak hanya mentransfer ilmu tapi juga mendidik generasi terbaik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. waah ternyata mbak Dian dari keluarga guru juga , yaa.. Betul, mbak, ibu itu malah guru yang paling penting bagi anaknya. Rumahku madrasahku.

      Hapus
  4. Memang benar mba jadi guru itu bisa awet muda, bapak mertua saya Uda pensiun tapi belum ada ubannya sama sekali hihihi

    BalasHapus
  5. wah jadi kangen sama guru2 sewaktu sekolah dulu. Memang benar ya banyak banget keuntungan jadi guru, apalagi kalo guru TK dan SD mungkin bisa semakin muda gurunya meski usia tak lagi muda, hihi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Weh iya , mbak steff.. guru sd dan TK itu kan nyanyi -nyanyi dan perlu sabaaarr. jadi bisa lebih awet muda

      Hapus
  6. Alhamdulillah, saya juga bangga lo mbak, meski cuma guru ngaji, hihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah guru ngaji malah lebih hebat lhoo.. sukses akherat gaji utamanya,mbak

      Hapus
  7. Saya sempat ingin jadi Guru, sempat tes ehh gak lulus. Bo yah mungkin saya memang ga cocok jd guru karna kepribadiannya kayaknya yg tengil hehehe. Iyalah guru itu hebat, terkenang dan selalu berjasa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Padahal anak-anak milenial sekarang suka guru yang tengil lho.. apalagi yang syanntikk dan hobi travelan macam mbak mega ini

      Hapus
  8. Guru itu kereeen mbaak. Membantu anak - anak meraih cita-citanya. Guru tuh kereen loh mbak, dikenang sama murid-muridnya selalu

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin.. terimakasi sudah mampir, mbak Yasinta. Saya suka juga lho membaca cerita-ceritanya mbak Yasinta.

      Hapus
  9. Salam kenal ibu guru. Saya juga guru, tepatnya guru anak berkebutuhan khusus. Tapi sekarang lagi fokus dulu di rumah mendidik anak. Semoga nanti bisa kembali mengajar lagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya paling salut dengan guru anak berkebutuhan khusus. Saya pernah membaca kisahnya Pak Cip, guru slb hebat dari semarang.
      Menjadi gurunya anak-anak itu yang utama. Rumahku madrasahku yang utama

      Hapus
  10. Bener banget mba Dewi, guru itu nggak tua-tua lho hahahaha. Aku ketemu sama guruku SD sampe sekarang masih sama wajahnya. dah gitu, guruku juga beberapa adalah gurunya bapakku jaman SMP huaaa sekarang mereka masih awet muda dan sehat. bangga ya jadi guru ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe.. seneng ya mbak, Bety bisa ketemu dengan guru SD nya - yang ternyata guru bapaknya mbak Bety juga..wooow

      Hapus
  11. Engkaulah pelita, penerang dalam gulita. Jasamu tiada tara. *Nyanyi lagu Guru.

    BalasHapus
  12. Guru di gugu dan ditiru. Asyik ya mak jadi guru.
    Saya juga pernah jadi guru MI

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, pernah merasakan jadi guru juga ya mbak azmi. Masih belajar nih, agar bisa menjadi guru yang digugu dan ditiru

      Hapus
  13. Jadi guru itu belajar sabar. Kata Ibu mertua saya, guru itu ladangnya pahala. Tempat transfer ilmu yang kita punya...dan saya juga bangga jadi pengajar

    BalasHapus
  14. Saya lulusan UPI tapi suami meminta di rumah saja. Karenanya,saya berusaha mengamalkan ilmu lewat tulisan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak pa pa mbak Dedeh, jadi guru itu utamanya ya memang untuk anak-anak kita dirumah. Ilmu dari UPI akan menjadi bekal yang baik untuk mbak mengajar di rumah dan lewat media menulis. Rumahku Madrasah utamaku

      Hapus
  15. Saya juga suka mengajar, makanya pas tinggal di Kep. Sula Maluku Utara saya senang banget dapat kesempatan jadi guru bantu di sana. Walaupun hanya 1 tahun, tapi ada rasa sayang di hati untuk anak-anak pesisir di sana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengalaman yang menarik, mbak Erni. Ayo ditulis. saya penasaran pengen tahu ceritanya. Menjadi guru di wilayah pinggiran, apalagi di Indonesia timur itu memerlukan perjuangan lebih

      Hapus
  16. Luar biasa Mbak Diba. Semoga menjadi inspirasi untuk guru lainnya. Kalau jadi muris, bakal betah punya guru seperti mbak.

    BalasHapus
  17. Keren banget mbak, bisa kerja sesuai dengan cita-citanya. Saya dulu ke pengen jadi guru juga, tapi takdir berkata lain.

    BalasHapus
  18. Saya pernah jadi guru selama 3 tahun. Sangat menyenangkan, memang. Meski sebelumnya saya tidak pernah bermimpi akan menjadi seorang guru.

    BalasHapus
  19. Alhamdulillah ya Bu. Saya pernah menjadi guru dan memang selalu merasa awet muda. Mungkin karena sering bergaul dengan siswa yg umurnya jauh dibawah kita ya Bu. Hehehe

    BalasHapus
  20. Luar biasa mbak.. mengajar dan dan belajar ya. Semoga semangatnya terus membara. Terima kasih sudah berbagi ilmu ❤️❤️❤️❤️❤️

    BalasHapus
  21. Selalu salut ama guru.
    Karena kesabaran dan ketelatenannya mengajar anak2.
    Karena saya sendiri amazed liat perkembangan anak di sekolah.
    Senang ya jadi guru :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, seneng mbak saya jadi guru. Terima kasih sudah mampir

      Hapus
  22. Dan sampai sekarang, Guru adalah Pahlawan Tanpa tanda Jasa.
    Saya jadi ingat dulu sama guru-guru, terutama guru di SD saya.
    Bahkan setelah saya selesai dan pindah kota, ketika guru saya itu bertemu dengan tante yang notabene adalah orang yang suka antarin saya sekolah dulu sering mencari saya dan bertanya kapan akan kembali lagi ke kota yang lama.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah mbak Icha ini hebat ya, masih ingat dengan guru SDnya. Rasanya terharu sekali saat murid yang sudah lulus menyapa dijalan. Masih ingat dengan gurunya

      Hapus
  23. Aku cuma pernah jd guru sehari di kelas Inspirasi Indonesia Mengajar... Itu pun udah cukup bikin suara serak, tapi seru.. hihi. Kebayang gmn perjuangan mbak yg betul-betul berprofesi sbg guru. Semoga selalu diberikan kemudahan dan keberkahan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya tertarik juga nih dengan kelas Inspirasi Indonesia Mengajar. Semoga makin banyak orang yang bukan guru mau berbagi pengetahuan lewat program keren macam ini

      Hapus
  24. Aku cuma pernah jd guru sehari di kelas Inspirasi Indonesia Mengajar... Itu pun udah cukup bikin suara serak, tapi seru.. hihi. Kebayang gmn perjuangan mbak yg betul-betul berprofesi sbg guru. Semoga selalu diberikan kemudahan dan keberkahan.

    BalasHapus
  25. saya sempat punya cita-cita jadi dosen ikutan jejak bapak. tapi peraturan pemerintah tentang syarat menjadi dosen tiba-tiba berubah saat saya sedang kuliah s2, yang membuat saya nggak akan bisa jadi dosen karena perubahan aturan tersebut. sedih sih tapi ya sudah lah yes.
    sekarang saya cukup seneng dengerin cerita-cerita guru aja. kebetulan saya punya sahabat yang mengajar SD di desa yang jauh dari kota meski nggak terpencil banget. lumayan seru cerita-ceritanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kadang gitu ya, mbak ..peraturan yang berubah menghambat harapan kita. Tapi semoga mbak Dita sukses jadi guru hebat untuk anak-anaknya yaa

      Hapus
  26. Saya pernah menjadi guru honorer, lima tahun lebih. Tapi saya mengundurkan diri, karena kebutuhan hidup yang semakin membengkak. Walau sebenarnya saya ingin sekali bertahan, dan ada harapan untuk dijadikan asn, jika mau menempuh pendidikan yang lebih tinggi.
    Ada rasa bangga jika ada murid yang sukses.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jadi honorer jaman sekarang memang lebih sulit tantangannya ya , mas. Tapi, eh tidak jadi ASN juga tak apa lo. bisa kok sukses meski tidak jadi asn.
      Nanti kalau liat anak sendiri sukses juga sama kok rasanya. sukseeess yaaa

      Hapus
  27. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  28. Dulu waktu kuliah sempat mengajar privat anak-anak SD dan SMP. Suka gemes kalau muridnya pada males2an, padahal gurunya sudah semangat hehe Tapi bener memang mengajar itu menyenangkan apalagi kalau ulangan nilainya bagus, rasanya kembang kempis hati ini karena bangga. Baca cerita di atas, jadi kangen masa lalu mba... semangat terus mengajarnya, biar awet mudah juga hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihi.. iya suka gemes stengah naik darah juga sih kalau pas mereka males malesan gitu. Tapi kalau muridnya pas maniss plus ulangannya sukses.. aiihhh rasanya melambungg ini hati

      Hapus
  29. Guru itu keren banget Kak.
    Aku suka sama orang-orang yang bercita-cita jadi guru dan mereka yang menjadi guru.
    Selain seperti point-point di atas, guru juga pekerjaan mulia jika dilakukan dengan ikhlas ya Kak.

    Semangat Kakak!
    Terima kasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. yups.. asal ikhlas semua profesi akan jadi tersa lebih indah ya, mbak Einid

      Hapus
  30. Hay Miss Dewi saya pun seorang guru dan saya sama bangganya dengan Miss Dewi menjalani profesi sebagai guru. Tetapi jika ditanya apakah saya bangga menjadi pendidik maka jawabannya hanya diam, bukan berarti tidak bahagia hanya saja terlalu berat untuk kutanggung hehe... Sama miss sangat bahagia apabila melihat murid berhasil, susah untuk dijelaskan tetapi bahagia jelas terpatri di sanubari... salam bagimu guru bangsa...

    BalasHapus