A Bilingual Story For You: English - Indonesian

21.03

Have you ever heard an English proverb : Many a Little Makes a Mickle? Hmm.. do you know what it means? Okay, now let's find out its meaning by reading the following stories.
Pernahkah Sahabat Belajar mendengar sebuah peribahasa Inggris yang bunyinya Many a Little Makes a Mickle? Hmm.. tahukah kamu artinya? Okay, ayo sekarang kita cari tahu maksud peribahasa itu dengan membaca cerita berikut ini.

MANY A LITTLE MAKES A MICKLE

That morning it was still quiet in the classroom of Grade VIII of Paranggupito 3 Junior School. It’s still 6. 30 am and most students were still on their way to school. A pretty girl with a neat uniform named Tari came early that morning because it was her turn to clean the classroom before the lesson started. After she had swept the floor, Tari sat quietly on a chair in front of the reading corner at her classroom. She was sad when she saw the poor condition of that reading corner. It was a small wooden cabinet with only few reading books in it. It looked worn and a little bit messy. The students did not like reading there anymore.

“Oh, I wish …” Tari said.

One of her classmates, Nisa, approached her, stood behind her and held her shoulder,” Hey, you must be daydreaming, Tari!”

“Nisa, you’re surprising me,”Tari exclaimed.

Nisa sat beside Tari and asked my she looked unhappy,” Why do you look so sad, Tari?”


Pagi itu masih sepi di ruang kelas 8 SMP Paranggupito 3. Sebagian besar murid masih di perjalanan menuju sekolah. Seorang anak perempuan cantik berseragam rapi bernama Tari berangkat lebih awal pagi ini karena ini gilirannya membersihkan  kelas sebelum pelajaran dimulai. Setelah menyapu lanti, Tari duduk di kursi termenung  sendirian di depan pojok baca kelasnya... Tari sedih melihat keadaan pojok baca di kelasnya yang  keadaannya tidak baik. Pojok baca itu berupa rak kayu kecil berisi sedikit buku-buku bacaan. Pojok baca itu tampak lusuh dan agak berantakan. Anak-anak tidak lagi suka membaca di sana.

“Ohh, andai saja..

Temannya sekelasnya, Nisa, berjalan mendekatinya, berdiri di belakangnya, memegang bahu Tari,” Hey , kamu sedang melamun ya Tari?”

“Nisa, kamu mengagetkan aku saja.” Seru Tari.

Nisa lalu duduk disamping Tari dan  menanyakan mengapa Tari tampak sedih,” Mengapa kamu tampak murung, Tari?”

Kira kira apa yaa yang membuat Tari sedih? Yuk, lanjutkan membaca!

“Look at this ! The reading corner here is so miserable,” Tari pointed at the reading corner sadly.

“Well, yeah..you’re right. There are only few students reading books here,” Nisa answered.

Tapi walked to the reading corner and took some old worn books to be shown to Nisa,” Here , take a look! The books are not many and most of them are already worn out.”

“That’s right. That’s why we are reluctant to read here,” Nisa said.

“Oh, I wished I had a magic stick. And then… sim saalabiim.. new books are popping out.” Tari started her imagination. She stood up with a pencil on her hand, moved it up and down, as if she was a magician. She dreamed of doing some magic to make a lot of new books for the reading corner. Nisa who was still sitting at her seat laughing at her friend’s acting, “ Ha..ha..ha.. You become look strange that way, Tari. Aha! I get an idea!”

“What is your idea, Nisa?” Tari wanted to know.

Nisa stood up and stated her idea. She got an idea to collect some money by selling rubbish,”We are collecting our rubbish for buying books.”

“Noooo way!” It was Joko’s loud voice. He’s the leader of the class. Joko had just arrived in the class when he was listening to the girls’ conversation. He did not agree and he stated his objection,”Well, you know, I just don’t want to be a scavenger!”

“Oh my goodness. Who asked you to be a scavenger?” Nisa was so surprised.

“I had heard that we are going to collect rubbish.” Joko was sometimes bad tempered like that, it was hard for him to accept others’ opinion. Tari tried to calm him down,” Joko, it’s better for you to hear clearly Nisa’s explanation.”

Nisa then tried to explain her opinion while Joko was still quiet. Tari who was more enthusiastic asked her,” How it works, Nisa?”

“The mechanism is similar to the rubbish bank in my village. We make places to collect rubbish in front of our classroom,” Nisa explained.

“Oh no! You’re going to make us to be such a rubbish dealer,” Joko protested.

“It’s not like that, Joko. The rubbish will be sorted based on it’s type. We can also try to recycle some of the rubbish into handicrafts. Basically, we will make money from our rubbish. And when we are collecting enough money, we will buy some reading books.”

Joko still couldn’t agree to Nisa’s idea. He showed her one plastic bottle and said,” Do you know how much is it? Rubbish like this is so cheap, you know.”

“I know it worth a little. But if we recycle it, the rubbish will have better price. Moreover if we try hard collecting money little by little, we will get much money later,” Tari tried to support Nisa’s idea.

But Joko was still stubborn. He yelled, ”Enough! Don’t dream something weird like this. It’s impossible! Let me tell you books are expensive, weirdo, girl!”

Nisa was sad and started crying. Tari soothed her cries. Suddenly Miss Nanik, the teacher, appeared from the door. She asked them what had happened. Tari explained the problem between Joko and Nisa. Miss Nanik asked them to forgive each other. Joko and Nisa then shook hands.

“Oke, if our classmates agree with your idea, I will help. But if they don’t, just forget that idea,” Joko said. He finally agreed to support Nisa.

In the break time, Joko spoke in front of his classmates. He explained Nisa’s idea for the book corner. Fortunately, most of the students in that class agreed to try Nisa’s idea. From that day, the students of grade VIII collected and sorted their rubbish. They threw the organic waste, like food leftovers or leaves in the green trash bin. This organic waste would be brought by the janitors to the compost makers behind the school.

The rubbish that they would gather was plastic waste and papers. They collected the paper rubbish in the blue trash bin. Meanwhile, the yellow trash bin was used for non – organic plastic waste such as mineral water bottles, plastic cups or plastic plates. Those rubbish were already cleaned before thrown into the bins.

“Lihat saja ! Pojok Baca ini begitu buruk,” Tari menunjuk pojok baca itu dengan sedih.
“Iya sih, kamu benar. Tidak banyak murid yang membaca disini,” jawab Nisa.

Tari mendekati pojok baca dan memungut beberapa buku yang sudah usang untuk ditunjukkan pada Nisa, “Lihat! buku-bukunya sedikit dan an kebanyakan sudah usang pula.”

“Ya benar. Itulah mengapa kita jadi malas membaca disini,” kata Nisa.

“Andai saja aku punya tongkat sihir. Teruss.. sim salabim.. buku - buku baru bermunculan!” Tari mulai berkhayal. Dia berdiri dengan sebuah pensil di tangannya, menggerakkannya naik turun seolah-olah dia adalah seorang penyihir. Dia berharap dapat melalukan sihir untuk membuat banyak buku baru untuk Pojok Baca. Nisa yang masih duduk di kursinya menertawakan tingkah sahabatnya, “Hahaa.. kamu ini jadi malah tampak aneh, Tari.  Ahaa.. aku punya ide!”

“Apa idemu, Nisa?” Tari ingin tahu.

Nisa ikut berdiri lalu menyatakan idenya. Dia berpendapat untuk mengumpulkan uang dari menjual sampah, “Kita kumpulkan sampah – sampah kita untuk membeli buku.”

“Tidaaaak !” Itu adalah suara keras Joko. Dia adalah ketua kelas. Joko baru saja tiba di kelas ketika dia mendengar percakapan kedua gadis itu. Dia tidak setuju dan menyatakan keberatan, “Pokoknya aku tidak mau jadi pemulung!”

“Ya ampuun .. siapa yang menyuruh kamu jadi pemulung?” Nisa memprotes Joko.

“Aku tadi dengar kita akan mengumpulkan sampah.” Joko yang memang bertemperamen agak keras, kadang sulit menerima pendapat orang lain. Tari mencoba menenagkannya,” Joko, akan lebih baik kalau kamu dengar dulu penjelasan Nisa.”

Nisa kemudian mencoba menjelaskan maksudnya sementara Joko masih diam saja. Tari yang tampak lebih antusias menanyakan caranya bagaimana,” Bagaimana cara kerjanya, Nisa?”

“Mekanismenya mirip seperti Bank Sampah di desaku. Kita buat tempat untuk menampung sampah di depan kelas,” Nisa menjelaskan.

“Oh tidak, kamu malah akan membuat kita jadi semacam pengepul sampah.” Joko protes.

“Bukan begitu, Joko. Sampahnya akan kita pilah berdasar jenisnya. Kita juga bisa mendaur ulang bebrapa sampah. Intinya kita akan menghasilkan uang dari sampah kita. Saat nanti kita sudah mengumpulkan cukup uang, kita akan membeli beberapa buku bacaan,” Nisa menjelaskan.

Joko masih belum bisa menyetujui ide Nisa. Dia menunjukkan sebuah botol plastik dan berkata, “Haha.. kamu tahu berapa harganya? Asal kau tahu, sampah seperti ini tuh murah banget.”

“Aku tahu itu harganya tidak besar. Tetapi kalau kita mendaulangnya, sampah itu harganya akan lebih baik. Lagipula kalau kita berusaha keras mengumpulkan uang sedikit demi sedikit, kita akan mendapat banyak uang nanti” Tari berusaha mendukung pendapat Nisa. 

Tapi Joko semakin keras menentang pendapat Nisa. Joko berdiri dengan nada keras, “Cukup!  Tidak usah bermimpi aneh-aneh seperti ini. Tidak mungkin bisa! Biar kuberitahu ya ,buku - buku itu mahal, dasar gadis aneh!”

 Nisa merasa sedih dan mulai menangis. Tari menenangkan tangisnya.  Tiba – tiba Bu Nanik, seorang guru, muncul di pintu. Beliau menanyakan apa yang telah terjadi. Tari menjelaskan masalah antara Joko dan Nisa kepada Bu Nanik. Kemudian Bu Nanik meminta Joko dan Nisa saling memaafkan. Joko dan Nisa kemudian bersalaman.

“Oke kalau teman – teman sekelas setuju dengan idemu, aku akan membantu. Tapi kalau tidak, lupakan saja idemu itu,” kata Joko. Dia akhirnya bersedia mendukung Nisa.

Saat istirahat , Joko berkata di depan teman – teman sekelasnya. Dia menjelaskan ide Nisa. Untungnya, sebagian besar siswa di kelas itu mau mencoba ide Nisa. Mulai hari itu, siswa – siswa di kelas 8 mengumpulkan dan memilah sampah mereka. Mereka membuang sampah organik seperti sisa makanan atau daun di tempat sampah warna hijau. Sampah organik akan dibawa petugas kebersihan ke tempat pembuatan kompos di belakang sekolah. 

Sampah yang akan dikumpulkan adalah jenis sampah plastic dan kertas. Mereka mengumpulkan sampah kertas di tempat sampah berwarna biru. Sedangkan untuk tempat sampah warna kuning digunakan untuk sampah non organik berbahan plastic seperti botol kemasan air mineral, cups plastik atau piring plastik. Sampah itu sudah dibersihkan dan ditata sebelum dimasukkan ke tempat sampah. 

Day by day, the students were getting more enthusiastic to sort and gather the rubbish. Some handicrafts that they had made were also sold. Some other rubbish were sold to the rubbish dealer. They collected some amount of money. 

A month later, Joko, Nisa and Tari were standing in front of the reading corner of the class. It looked much better. Miss Nanik then arrived. She showed two reading books in her hands,” Look! These books were bought by the money from the rubbish.”

“Wow, in a month we can get two book, imagine how many we can get in a year?” Joko exclaimed happily. They were all glad. The reading corner would be filled with more new books.

“You see, Joko. If we try little by little, we can get more books for our reading corner. It’s like what the proverb said – Many a little makes a mickle,” Tari said.

Miss Nanik agreed Tari’s words, “What Tari said is right. For a month we have proved that if we are patient and keep trying, we can get good result. We had earned some money from the rubbish to buy books. I’m proud of you all.”

That day, the students in that class read the books in turn. It was a happy day.


Hari demi hari, siswa – siswa makin bersemangat memilah dan mengumpulkan sampah. Beberapa kerajinan hasil daur ulang juga mulai terjual. Beberapa sampah dijual ke pengepul sampah. Mereka mengumpulkan sejumlah uang.

Satu bulan kemudian, Joko, Nisa dan Tari berada di depan pojok baca kelas. Pojok baca itu sudah tampak lebih baik. Bu Nanik tiba. Dia menunjukkan dua buku bacaan di tangannya,” Lihat! Buku- buku ini dibeli dengan uang dari sampah itu.”

Buku-buku bacaan itu dibeli dari uang hasil memilah dan mengolah sampah plastik dan sampah kertas. 

“Wow! Sebulan 3 buku, kalau satu tahun?” Joko berseru senang. Mereka semua gembira. Pojok bacanya akan berisi lebih banyak buku bacaan. 

“Kamu lihat kan Joko, jika kita berusaha sedikit demi sedikit, kita akan bisa mendapat lebih banyak buku untuk pjok baca kita. Ini seperti kata  peribahasa, sedikit demi sedikit lama – lama jadi bukit,” kata Tari.

Bu Nanik menyetujui kata – kata Tari,” Apa yang dikatakan Tari itu benar. Selama sebulan ini kita sudah membuktikan bahwa jika kita sabar dan terus berusaha, kita bisa mendapat hasil yang baik. Kita telah sedikit demi sedikit telah mengumpulkan uang dari sampah untuk membeli buku bacaan. Bu guru bangga pada kalian semua.”

Hari itu siswa – siswa bergantian membaca buku baru mereka. Itu hari yang membahagiakan.



Well, that's the story. I hope you like it. The proverb : Many a little makes a mickle means many small amounts accumulate to make a large amount. 

Baiklah, itulah ceritanya. Semoga Sahabat Belajar menyukainya. Jadi peribahasa itu dalam bahasa Indonesia artinya mirip dengan : Sedikit demi sedikit, lama - lama jadi bukit. penghasilan juga begitu, kalau kita kumpulkan sedikit demi sedikit, lama - lama bisa terkumpul dalam jumlah yang besar. Kalau kita terus berusaha, sekecil apapun usahanya, kelak pasti akan berhasil meraih impian besar. 
Yuk baca cerita bilingual lainnya di blog ini :
  Salam belajar, 









You Might Also Like

29 comments

  1. Wah mantap banget ini ceritanya ada translatenya juga. Nanti aku coba untuk bacain ke anak-anak :)

    BalasHapus
  2. Yaa menyikapi dari kisah diatas memang kita diwajibkan untuk selalu memanfaat sesuatu apapun bentuknya agar dapat menjadikan sebuah hasil yang bermanfaat, Walau terkadang nilai harganya tidak seberapa, Tetapi jika dijalankan secara kontinyu bukan mustahil menjadi sebuah hasil yang luar biasa.😊😊

    Seperti cerita yang telah bu guru dewi jelaskan diatas.😊😊

    BalasHapus
  3. asyikk! jadi belajar bahasa Inggris lagi, kapan hari aku oengen nulis cerita tapi pakai bahasa inggris juga mba wi, tapi grammar blom pede, ku harus sering sering mampir ke sini nih

    melihat cerita di atas, hal sederhana yang diubah jadi kebiasaan walaupun awalnya dipandang remeh (dalam hal ini mengumpulkan sampah yang langsung diidentikkan dengan kegiatan memulung), namun ternyata menghasilkan hal yang baik plus bermanfaat. Setelah rutin dilakukan, uang hasil pengelolaan sampah akhirnya bisa dikumpulkan untuk sedikit sedikit membeli buku sebagai pengisi pojok baca yang tadinya krang terawat. Bisa dibayangkan jika sebulan 3 buku. Maka dalam setahun 3×12 :)

    Nice story untuk memacu anak anak melakukan sesuatu yang bermanfaat dalam mengisi masa muda khususnya usia sekolah ini mba wi 😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan nggak pede to mbak mbul. Ini grammarnya juga bwlum oke banget kok :)
      Ayo mbak mbul, nulis cerita oink oink nya pakai bahasa Inggris

      Hapus
    2. pingin mba wi...ntar aku range range dulu pake cerita anak nya yang ada gambarnya hihi...iya dari kemaren aku banyak belajar grammar dari pola jenis jenis paragraf yang dah mba wi tulis...excited lagi ni aku belajar bahasa inggrisnya :D

      Hapus
  4. Aku harus belajar lagi nih 😁😀

    BalasHapus
  5. Salut, pos ini dilengkapi dua bahasa.
    Semoga blognya kak Dewi ini semakin mendunia dikunjungi banyak rrader dari banyak negara.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiinin aja deh .. biar kayak blognya mas him yang buanyak bule wara wiri. Makasiih sudah mampir :)

      Hapus
  6. I just knew about the proverb.
    What a great and meaningful story, and thanks for sharing.

    Have a good day!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank you very much for reading my story ;)
      Have a great day , mba'

      Hapus
  7. Masya Allah keren mbak Dewi, ceritanya bagus, banyak pelajaran yang bisa diambil dari cerita ini. Kerjasama, keuletan dan juga semangat yang tinggi. Apalagi ini bilingual, bisa sekalian belajar bahasa inggris. Saya bisa sedikit2 bahasa inggris, saat membaca cerita ini, agak nyambung meskipun masih pelan2 nyerapnya. Sukses terus mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasiii mbak ulfah .. ini juga masi belajar kok bahasa inggrisnya :)

      Hapus
  8. Terimakasih mbak...membaca tulisan ini jadi nambah ilmu bahasa Inggris..ceritanya pun menarik....ada pesan moral memanfaatkan barang yang tak terpakai untuk diubah menjadi hal bermanfaat...dan pelajaran untuk bersabar dan pantang menyerah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya nih mbak nining lagi brlajar nulis cerita anak. Terimakasih sudah berkenan membaca

      Hapus
  9. Seandainya ada banyak Tari-Tari lainnya ya, yg perhatian terhadap buku dan bacaan di sekolah. Idenya bagus tuh, mendatangkan manfaat dari barang-barang yang tidak terpakai lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin. Semoga makin banyak yg peduli lingkungan :)

      Hapus
  10. I get much by the story, such as do not throw rubbish anywhere. Cause, it can be usefull. They can buy some books from it.

    This is a great story. Therefor, I can study to reading english sentence well.

    You know, my english is not so good. Hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. You use English well , mbak Yuni. I'm glad you can see the positive things about this simple story

      Hapus
  11. bagus banget mba, penuh hikmah ceritanya. Apalagi tokoh Bu Nanik :)) Bacanya sambil belajar bahasa Inggris juga nih. Mau aku ceritakan ke anakku mba :) Ditunggu cerita lainnya ya:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimaksih sudah berkenan membaca cerita sederhana ini mbaak

      Hapus
  12. Very nice story Miss Dewi. I thought students must read this so they can learn the moral of this story. Ao that, they can also do the same way of thinking in their particular life. Keep writing, Miss. And be inspiring!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks a bunch mbok betty :)
      I still learning writing such story I hope you like it

      Hapus
  13. What a lovely story and great proverb. Many a little make a mickle, many small amounts accumulate to make a large amoun, and farther, beware of little expenses; a small leak will sink a great ship!
    Thank you for sharing, Ms Dewi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks a lot mba dian :)
      Yups..we can learn a lot from proverbs

      Hapus
  14. Cerita yang menarik. Anak-anak pasti senang dengan ceritanya, mereka bisa belajar bagaimana memanfaatkan barang yang sudah tidak terpakai lagi. Dari cerita ini anak-anak juga bisa belajar untuk bekerja sama dalam mewujudkan tujuan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih mba nurul. Semoga tulisan sederhana ini bisa membawa sedikit manfaat

      Hapus