Cerita hanya tiga paragraf saja? Apa asyiknya?
Cerita pendek tiga paragraf ini lebih terkenal dengan singkatan Pentigraf . Dalam referensi Bahasa Inggris ada yang menyebutnya flash fiction; fiksi secepat kilat. Wuzz .. wuzz.. membacanya bisa secepat kilat saja. Lalu apakah membuatnya juga asal cepat saja?
Hmm.. ternyata setelah mencoba menulis, saya bilang: It’s not that easy! Rupanya tidak semudah itu meramu sebuah cerita yang menarik sepanjang tiga paragraph saja. Ibarat kata, pentigraf itu bisa dikatakan sebagai semacam sketsa cerpen.
Di dalam pentigraf yang ringkas itu tetap ada penokohan dan plot cerita yang dinamis. Ada pembuka di paragraf pertama. Yakinkan bahwa bagian ini harus menarik, bikin penasaran, disinilah si pencuri perhatian. Sampaikan problem atau topik disini.
Paragraf dua dapat dikatakan sebagai bagian isinya. Tampilkan konflik disini, walaupun hanya satu paragraf. Upayakan puncak konflik ada di paragraf ini.
Nah, paragraf ketiganya merupakan penutup. Idealnya kalimat di paragraph ini disusum dengan unsur suspen (kejutan) yang bisa membuat pembaca terkesima atau malah tertawa.
Yess, susah! Merangkai plot para tokoh yang tidak boleh terlalu banyak dengan ringkas itu sungguh bukan hal yang mudah bagi saya. Apalagi perlu se-irit mungkin menggunakan dialog karena dialog akan memicu paragraph baru. Jadi idealnya menggunakan kalimat-kalimat tidak langsung. Kalau tetap mau ada unsur dialog, gunakan seminimal mungkin, bisa satu atau dua saja. Dan letaknya seharusnya di awal atau akhir paragraf.
Pada Festival Literasi Daring 2021 yang diselenggarakan di sekolahan saya belum lama ini, menulis pentigraf merupakan salah satu cabang lombanya. Setiap kelas mengirim perwakilan penulisnya. Semua dilakukan secara daring karena pelajaran kan masih PJJ saat ini. Banyak tulisan karya siswa yang terlalu panjang. Sulit katanya ngerem nulis, milih kalimat seringkas mungkin tapi tetap ber-alur. Berikut ini salah satu contoh karya murid saya, Najmah Naila, yang sejak awal tulisannya sudah terlihat paling ringkas.
Pentigraf 1:
NAMANYA PELAJAR
https://blush.design/id |
Sepertinya teh seduh buatan Ibuku lebih kuat aromanya dibanding semerbak harumnya bunga melati di belakang rumahku. Buktinya sampai bisa membuatku terjaga dari mimpi panjangku. Pagi ini aku masih sekolah dari bukit karena di rumahku tidak ada sinyal. Entah kapan aku bisa kembali belajar di sekolah. Ya, semua itu karena Virus Covid-19 yang masih merajalela. Pagi ini sebenarnya sama saja seperti biasanya. Sehabis mandi dan memakai seragam sekolah, kusiapkan buku tulis, alat tulis, dan buku paket. Setelah siap untuk mengikuti PJJ, aku mencari Ibuku di dapur untuk berpamitan. Tetapi Ibuku sudah tak ada. Sepertinya sudah pergi ke pasar untuk berjualan sayuran. Pagi ini turun hujan, sungguh sangat miris, pasti akan menganggu kegiatan PJJ-ku.
Kulihat jam dindingku tepat pukul 7 pagi. Aku langsung bergegas membenahi payung jebolku. Dan langsung saja ku masukkan bukuku ke dalam plastik dan ku ambil segera ponselku dari meja belajar dan kuterjang hujan. Aku berjalan menuju bukit meski jalanan sangat licin. Saat aku sampai di pinggir sungai, tenyata sungainya meluap dan jembatan pun tertutupi luapan air. Aku benar-benar bingung. Tanpa berpikir panjang dengan kalang kabut kucari apapun yang dapat kutumpangi untuk menyeberangi sungai. Di benakku kala itu benar-benar kacau. Pasti aku akan terlambat. Dapat! Aku melihat sebuah sampan di dekat rumah tetanggaku. Tanpa berpikir, langsung ku saut sampan itu, kuletakkan plastik berisi buku dan ponsel di sampan itu. Kutarik menuju sungai. Saat menarik sampan, Fitri, tetanggaku yang juga teman sebayaku memanggilku. Entah kenapa dia menatapku dengan terheran-heran. Aku menoleh dan dengan tergesa ku katakan, "Aku sedang buru – buru."
Ketika aku sampai di pinggir sungai, sungai sudah tak lagi meluap. Jembatan pun dapat ku lalui. Padahal dengan susah payah aku mencari sampan ini. Tapi aku tak boleh mengeluh, aku harus tetap semangat untuk dapat bersekolah daring. Langsung dengan sedikit berlari, kuseberangi jembatan dan akhirnya aku sampai di tempat biasanya aku mendapatkan sinyal. Yaitu di sebuah gubuk kecil di puncak bukit. Dengan bergegas langsung ku ambil ponselku dan kukeluarkan buku- bukuku. Sudah pasti aku sudah sangat terlambat ikut PJJ. Hanya itu yang ada dalam benakku pagi itu. Langsung kuhidupkan ponselku dan dalam ponselku tertera jelas : MINGGU, 22 Maret 2020.
----The End---
Bagaimana, lumayan seru yaa ceritanya. Tiwas lari-lari nyari sinyal ke atas bukit untuk PJJ eh ternyata hari Minggu. PJJnya libur dong. Latar belakang cerita ini katanya terinspirasi pengalaman salah satu temannya yang tinggalnya di pedesaan yang susah sinyal. Saat PJJ gini harus berusaha keras cari tempat yang sinyalnya cukup bagus. Sampai ada yang nangkring di atas pohon.
Kalau berikut ini pentigraf yang kucoba tulis. Idenya random banget hehe.. semoga gak bikin bosen banget.
Pentigraf 2:
DUREN MUDAH JUTEK
pixabay.com |
“Sepet! Mana ada duren sesepet ini?” protes seorang pembeli wanita di sebuah lapak buah kecil di pinggiran kota, “Duren itu HARUSNYA wangi, manis dan legit!” Si bapak penjual yang rambutnya sudah mulai memutih itu mengkeret tersemprot omelannya. Setengah berharap si ibu tetap membayar duren yang terlanjur dibelah. Terbayang wajah ketiga anaknya sering muram. Sudah seminggu ini PJJ nebeng wifi tetangga yang sebenarnya sejutek si ibuk pembeli itu. Tapi apa boleh buat, dagangan durennya sangat sepi saat pandemi ini. Jangankan beli kuota atau kredit hape yang agak bagusan, untuk makan sehari – hari saja sulit.
“Nih lihat! Dari ponggenya saja jelas dapat diketahui kalo duren ini sepet!” seru si Ibu sambil mengacak-acak pongge dengan kesal, tetap sambil ngunyah. Bapak penjual tersenyum bingung tak habis pikir. Welah, pongge kok jadi ukuran. Bagaimana taunya coba! Pongge kan letaknya di dalam. Heran. Orang kalau sedang jutek, ukurannya bisa berubah ubah. Jangan – jangan sebentar lagi si ibu akan bilang bahwa sepetnya duren bisa terlihat dari ukuran duri-durinya yang tidak simetri! Si ibu ngotot minta durennya diganti. Bapak penjual mencoba mencairkan segala kejutekan di antara buliran duren dagangannya. Dengan ramah, ia sodorkan sebuah duren pengganti. Si ibu tersenyum di ujung bibir menerima sebongkah durian paling besar di lapak itu.
Tanpa disadari, seorang lelaki muda perlente tersenyum mengamati alur drama duren jutek sepanjang pagi itu. Didekatinya bapak penjual, menawarkan kerjasama agar si bapak bisa menyuplai duren di supermarket miliknya. Tapi, dihentikan bicaranya demi melihat si bapak terlihat gelisah. Bapak penjual menunjuk mushola, sudah adzan. Oh, rupanya si bapak penjual duren hanya ijin nutup lapak sebentar. Mau dhuhuran berjamaah. Pemuda berkemeja mewah itu tanpa ragu merangkul bahu berkaos dekil bapak penjual duren, ikut ke mushola. Ia setuju. Urusan dunia selalu dapat menunggu. Si bapak sujud makin panjang penuh syukur siang itu. Tidak hanya kuota, hape pun akan bisa terbeli untuk anak - anaknya bersekolah online. Terbayang ketiga anaknya kembali tersenyum, semanis duren dagangannya.
Kalau cerita pentigraf berikut ini iseng ditulis oleh gadis kecil saya, Aisyah. Sulung saya ini kadang juga suka berkesperimen dengan tulisan. Idenya kadang malah terkesan ngasal saja. Ah, namanya juga belajar :) Siapa tahu ada yang suka gaya menulisnya ini.
Pentigraf ke-tiga
BANGAU MENGGENDONG BECAK
Siang yang panas beradu dengan gemericik air sungai yang dingin. Sekumpulan semut merah sedang menonton sirkus para pohon kelapa. Mereka terbahak melihat adegan lucu para kelapa saling membenturkan buah bulatnya. Berdebat siapa yang paling keras kepala. Sementara itu, sekawanan burung bangau hinggap diatas jendela yang bergerigi. Mereka duduk diam tanpa suara memandang lalu lintas yang sepi. Jam 13.57. Semakin terik. Membosankan. Sudah dua jam para bangau terkantuk-kantuk memandang jalanan.
“Whaaat?!... Ada bangau bersantai dijendela! Ini tidak bisa dibiarkan!!!” Teriakan super nyaring seorang anak perempuan mengagetkan para bangau yang sedang duduk- duduk itu. Saking terkejutnya mereka berterbangan ke arah atap gedung bioskop untuk menghindari makian anak itu. Tapi satu bangau tidak terkejut karena ia sedang memakai headset mendengarkan lagu ikan paus kesukaanya. Si anak tahu kalau masih ada satu bangau. Dia hendak memukul si bangau dengan benda di tangannya. Naas bagi bangau tersebut karena benda yang dipegang anak itu adalah lem cair superkuat yang terbuka! Amboii… lem itu mengenai punggungnya!
Si bangau sangat terkejut hingga headsetnya lepas. Segeralah ia terbang cepat sambil menoleh kebelakang. GUBRAAKK... ia terpental kebelakang. Bangau ingin melanjutkan terbang, tapi tak bisa! Ternyata punggungnya menempel ke becak tua. Haduuh, capeknya si bangau. Terus menghindari si gadis kecil galak itu sambil keberatan mengendong becak, berseru dalam hati, “Kwak .. kwakk.. Untuuung cuma becak mainan!”
Cerita - cerita yang kami buat itu tentu belum bisa dikatakan sempurna untuk memenuhi unsur pentigraf yang baik, tapi kami cukup bersenang-senang menulisnya. Ayo kamu juga coba menulis ceritamu sendiri. Mungkin cerita-cerita kami tadi dapat menjadi pemantik idemu. Dari ketiga contoh cerita pargaraf di atas tadi, kamu paling suka yang mana?